Badut Sinampurno Pacitan, Jawa Timur Menebar Asa di Tengah Pandemi Covid-19
Prabangkaranews.com – Pacitan – Upacara Adat Badut Sinampurno, yang merupakan ritual yang masih dilaksanakan khususnya ahli warisnya secara turun-temurun selama 10 generasi. Ritual Badut Sinampurno masih lestari dan dipimpin oleh keturunan dari Ki Jayaniman yang melaksanakan ritual Badut Sinampurno 150 tahun yang lalu.
Upacara Adat Badut Sinampurno dengan ciri khas sebagai berikut; topi badut yang digunakan sebagai sarana ritual, pakaian badut, kotak tempat topi badut, serta mantra sebagai barang yang wajib dipergunakan saat ritual Badut Sinampurno dilaksanakan.
Upacara Adat Badut Sinampurno, bertujuan untuk menghilangkan pagebluk yaitu situasi banyak penyakit, tanaman banyak hama dan penyakit, sehingga pada masa itu terjadi larang pangan, banyak sekali warga Ploso yang meninggal. Hal ini sebenarnya jika dikaji Badut Sinampurno mengandung nilai-nilai sangat tepat diterapkan saat pandemi Covid-19. Saling bergotong-royong, saling membantu, toleransi, dan setia kawan untuk mencegah penyebaran Covid-19.
Upacara Adat Badut Sinampurno akhirnya dilaksanakan dengan topi badut, mantra, sesajen yang dipimpin oleh orang yang mempunyai ilmu tinggi konteks tahun 1830-an di Pacitan saat itu yaitu Ki Jayaniman. Setelah dilakukan ritual tersebut pagebluk di Wilayah Desa Ploso reda. Sehingga masyarakat selama 150 tahun selalu minta bantuan keturunan Mbah Jayaniman sampai sekarang ini untuk meruwat berbagai macam permasalahan baik individu, kelompok, maupun masyarakat Desa Poso secara umum.
Masyarakat Desa Ploso yang merupakan keturunan dari Mbah Jayaniman menjelaskan tentang masa lalunya melalui Upacara Adat Badut Sinampurno, yang dipimpin oleh keturunan atau ahli waris yang diberi warisan berupa benda yang dikeramatkan.
Upacara adat yang masih melekat unsur ritualnya, dengan perantara sebuah benda berujud Topi Badut yang telah berusia 10 generasi, mantra, pakaian badut, sesaji. Upacara Adat Badut Sinampurno dipergunakan untuk acara ruwatan rumah, ruwatan keluarga, ruwatan, desa, dan ruwatan lainnya.
Upacara Adat Badut Sinampurno dengan topi badut yang dikeramatkan disimpan oleh ahli waris keturunan kesepuluh yaitu Mbah Saidi dan Katmin. Upacara Adat Badut Sinampurno telah merawat nilai kearifan lokal di Desa Ploso Kecamatan Tegalombo, Kabupaten Pacitan.
Ikatan kekeluargaan masih sangat kuat dengan ditandai dengan hubungan yang harmoni keturunan Mbah Jayaniman dalam menjaga Upacara Adat Badut Sinampurno. Saling menjaga antar keluarga besar merupakan nilai yang tidak bisa kita remehkan. Saat nilai kekeluargaan mulai terkikis dengan globalisasi desa.
Era modern dengan ditandai melemahnya ikatan-ikatan tradisional, seperti berubahnya hubungan antar generasi dan perkawinan, sehingga budaya akan kehilangan kontrol terhadap pembentukan suatu tipe sistem sosial dalam masyarakat yang akan mempengaruhi seluruh tatanan kehidupan social, budaya dan politik masyarakat. Mudah-mudahan setelah pandemi kita akan kembali lagi pada nilai-nilai luhur bangsa.
Budaya adiluhung warisan nenek moyang jangan ditafsirkan dengan penafsiran yang berbeda. Saat ini Badut Sinampurno Ploso Pacitan diajukan oleh Dinas Pendidikan Kabupaten Pacitan bekerjasama dengan Socio Cultura Indonesia untuk menjadi Warisan Budaya Tak Benda Indonesia tahun 2020 dalam proses penetapan.
Semoga Upacara Adat Badut Sinampurno segera ditetapkan menjadi WBTB 2020 menjadi WBTB ke empat bagi Pacitan. Untuk sampai pada proses sekarang ini tidaklah mudah harus mempersiapkan minimal tiga kajian ilmiah tentang Upacara Badut Sinampurno, video yang diambil secara langsung saat upaca berlangsung, foto dokumentasi, dan dari struktur Upacara Adat Badut Sinampurno, asli dan berusia lebih dari 30 tahun. Budaya Pacitan telah mendapatkan sertifikat WBTB ada tiga: Wayangbeber, Upacara Ceprotan, Kethek Ogleng Pacitan.
Semoga di tengah Pandemi Covid-19 kita senantiasa bisa berkarya bagi Nusa Bangsa dan Agama. Satu tujuan utama yaitu melestarikan nilai-nilai yang terkandung di dalamnya kepada generasi penerus bangsa, yang saat itu diserang dengan berbagai budaya Global.
Masyarakat kita yang multikultur harus senantiasa kita jaga jangan sampai terjadi perbedaan pesan dalam sebuah tanda dalam kebudaayaan. Kita satu Indonesia. (redaksi/AHy)