Prof. Bani Sudardi; Menguak Rahasia Sastrajendra: Ajaran Spiritual dalam Tradisi Jawa

Prof. Bani Sudardi; Menguak Rahasia Sastrajendra: Ajaran Spiritual dalam Tradisi Jawa
Prof. Bani Sudardi dan Ali Marsudi dalam siaran RRI Pro 4 Surakarta, Jumat, (6/12/2024). (Foto: Rifda Auliana)
SHARE

SURAKARTA (PRABANGKARANEWS) – RRI (Radio Republik Indonesia), siaran radio tertua di Indonesia, berdiri pada 11 September 1945. Salah satu jaringan RRI berada di Surakarta, yang tidak hanya menyiarkan berita terpercaya tetapi juga melestarikan budaya lokal, khususnya seni dan tradisi Jawa.

Pada Jumat, 6 Desember 2024, RRI Pro 4 Surakarta melalui saluran 95.2 FM mengundang Prof. Dr. Bani Sudardi, M.Hum., seorang dosen Sastra Indonesia dari Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sebelas Maret, sebagai narasumber untuk membahas tema Rahasia Sastrajendra Hayuningrat Pangruwating Diyu.

Dalam siaran tersebut, Prof. Bani menjelaskan ajaran keramat bernama Sastrajendra Hayuningrat Pangruwating Diyu, yang dikisahkan sebagai ajaran Resi Wisrawa kepada Dewi Sukesi. Ajaran ini menjadi syarat dalam sayembara untuk memperebutkan Dewi Sukesi.

Baca Juga  Pangdam I/BB Cek Kondisi Anak Asuh Stunting dan Rehab RTLH di Wilayah Kodim 0201/Mdn

Menurut Prof. Bani, ajaran Sastrajendra ditemukan di Surakarta pada tahun 1900, sehingga relatif baru dibandingkan cerita abad ke-9 yang berkaitan dengan Candi Prambanan. Dalam cerita, Dewi Sukesi mengajukan dua syarat kepada calon suaminya: membunuh pamannya, raksasa Jambu Mangli, dan memahami ajaran Sastrajendra Hayuningrat Pangruwating Diyu.

 

Ketika Prabu Danaraja, putra Rahwana, gagal memahami ajaran tersebut, Resi Wisrawa, ayah Rahwana, maju untuk menjelaskan ajaran Sastrajendra kepada Dewi Sukesi. Penjelasan Resi Wisrawa yang mendalam membuat Dewi Sukesi terkesan, sehingga ia memilih menikah dengan Wisrawa, bukan Danaraja.

Pernikahan antara Wisrawa dan Dewi Sukesi melahirkan tokoh-tokoh penting dalam kisah Ramayana, termasuk Rahwana, raja Alengka. Namun, hubungan tersebut dipandang sebagai awal kehancuran, karena terjadi pengkhianatan dan pelanggaran nilai moral.

Baca Juga  Menteri PUPR Optimis Taman Balekambang Surakarta, Selesai Lebih Awal pada Oktober

Hingga kini, ajaran Sastrajendra dianggap rahasia oleh sebagian masyarakat Jawa. Ajaran ini tidak dituangkan dalam tulisan, melainkan disampaikan secara lisan melalui penjelasan langsung. Kisahnya sering disajikan dalam pertunjukan wayang Jawa, meskipun ajaran Sastrajendra tidak ditemukan dalam versi Ramayana di Jawa.

Prof. Bani menjelaskan bahwa Sastrajendra adalah sastra cetha, ilmu yang tidak boleh dituliskan atau dijabarkan secara sembarangan. Hal ini merupakan ngelmu rasa, ilmu tertinggi tentang Ketuhanan, yang mencakup dimensi spiritual perjalanan manusia dalam meruwat sifat buruk (diyu/raksasa) menuju kesucian jiwa.

Secara filosofis, ajaran ini sejajar dengan konsep tasawuf seperti tazkiyatun nafs atau penyucian jiwa. Tujuannya adalah keharmonisan antara jasmani dan rohani, serta pengenalan hakikat diri dan Tuhan.

Baca Juga  PEMBELAJARAN TEMATIK  DENGAN BERCERITA MENGGUNAKAN WAYANG KERTON

Ajaran ini sulit dipahami karena memiliki makna mendalam yang hanya dapat diresapi melalui pengalaman spiritual. Bahasa yang digunakan untuk mengungkapkan ajaran tersebut terbatas, sehingga Sastrajendra hanya diwariskan secara lisan sesuai pemahaman individu.

Prof. Bani menutup pembahasannya dengan menekankan pentingnya kesadaran akan keterbatasan manusia. Menurutnya, hidup ini mengajarkan kita untuk bersikap rendah hati, karena apa yang kita ketahui hanya ibarat setitik air di ujung pena. Sastrajendra mengingatkan manusia untuk lebih bijaksana, dan kesalahan dalam memahami atau menerapkannya bisa berakibat buruk.

Penulis: Andini Amalia Parameswari, dkk.