Inovasi Motif Batik Khas Kabupaten Wonogiri: Dari Kearifan Lokal Menuju Identitas Budaya Baru

PRABANGKARANEWS, WONOGIRI – Keindahan dan filosofi batik Indonesia kembali mendapat sentuhan inovatif dari tangan-tangan kreatif akademisi Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta. Melalui Program Studi Pendidikan Seni Rupa, tim pengabdian masyarakat UNS menghadirkan inovasi motif batik khas Kabupaten Wonogiri yang berakar kuat pada kearifan lokal dan potensi alam daerah.
Kegiatan ini dilaksanakan melalui skema Hibah Pengabdian Mitrasmart (HPM-UNS) yang didanai oleh UNS. Tim pengabdian terdiri dari Lili Hartono sebagai ketua, dengan Mulyanto dan Endang Sri Handayani sebagai anggota. Fokus utama kegiatan adalah pengembangan desain batik baru yang tidak hanya merepresentasikan identitas budaya Wonogiri, tetapi juga mendorong kemandirian ekonomi masyarakat desa melalui inovasi produk batik yang berkelanjutan.
Menghidupkan Potensi Batik Wonogiri
Ketua tim pengabdian, Lili Hartono, menjelaskan bahwa Wonogiri memiliki potensi besar dalam pengembangan batik. Salah satu sentra batiknya yang cukup dikenal adalah Batik Remekan Wonogiren di Kecamatan Tirtomoyo. Namun demikian, industri batik di wilayah ini menghadapi tantangan pada aspek keberlanjutan desain dan daya saing produk.
“Kami melihat bahwa tantangan utama pengrajin adalah desain motif yang masih cenderung klasik dan monoton. Melalui kegiatan ini, kami mencoba menghadirkan desain baru yang tetap berakar pada kearifan lokal namun lebih variatif dan kontekstual dengan kehidupan masyarakat Wonogiri,” ungkap Lili Hartono.
Tim pengabdian mulai Bulan April 2025 melakukan pemetaan potensi sumber ide di Kabupaten Wonogiri, yang dikategorikan ke dalam tiga kelompok besar:
-
Sumber daya alam dan lanskap perbukitan, seperti Waduk Gajah Mungkur, Alas Kethu, Batu Plintheng Semar, Gunung Gandhul, Pemandian Kayangan, dan Museum Karst.
-
Hasil bumi khas Wonogiri, di antaranya pohon jati, jambu mete, singkong/gaplek, dan bahan herbal tradisional.
-
Warisan budaya dan tradisi, seperti Wayang Beber, Kuda Lumping, serta Kethek Ogleng yang menjadi simbol ekspresi seni masyarakat Wonogiri.
Kolaborasi dengan Batik Kalimasada
Kegiatan yang dimulai bulan April 2025 diwujudkan melalui kerja sama dengan Usaha Batik Kalimasada, sebuah usaha kecil dan menengah yang berlokasi di Dusun Watulinggang, RT 02/RW 05 Desa Joho, Kecamatan Purwantoro, Kabupaten Wonogiri. Usaha ini didirikan pada tahun 2021 oleh Dian Nugroho, putra daerah yang memiliki semangat tinggi untuk mengembangkan batik Wonogiri agar dikenal secara nasional.
Meskipun tergolong muda, Batik Kalimasada telah menunjukkan produktivitas dan kreativitas tinggi. Saat ini, usaha tersebut mempekerjakan sembilan orang pembatik, delapan di antaranya adalah pemuda berusia belasan tahun dan satu orang ibu rumah tangga. Seluruh pekerja menguasai proses produksi batik dari awal hingga akhir — mulai dari ngeblat, membatik, mewarnai, hingga nglorod.
Sementara itu, desain motif dikerjakan langsung oleh Dian Nugroho, di sela-sela aktivitasnya menempuh studi S2. Motif yang telah dihasilkan Batik Kalimasada sebelumnya beragam, menggabungkan unsur tradisi seperti parang, kawung, dan motif wayang, berpadu dengan bentuk-bentuk flora yang khas.
Dari Ide ke Kain: Proses Penciptaan Motif Baru
Tim UNS memulai kegiatan dengan eksplorasi ide visual yang bersumber dari lanskap alam, tanaman khas Wonogiri, serta kesenian tradisional lokal. Hasil eksplorasi tersebut kemudian dituangkan dalam sketsa desain di atas kertas, dengan mengangkat tanaman jambu mete dan kesenian Kethek Ogleng sebagai motif utama.
Setelah desain disetujui, proses produksi dilakukan oleh para pembatik di Batik Kalimasada hingga menjadi produk kain lembaran dan busana siap pakai. Pewarnaan dipercayakan kepada pihak Batik Kalimasada agar tetap selaras dengan karakter produk mereka — dominan warna-warna cerah dan segar yang mudah diterima pasar.
Dari empat desain motif baru yang diserahkan tim pengabdian, Batik Kalimasada berhasil memproduksi sekitar 15 lembar kain dalam berbagai variasi warna dan komposisi (colour ways). Untuk kain busana, digunakan pola desain sanggit, di mana motif disusun mengikuti bentuk tubuh dan pola potongan baju seperti bagian depan, belakang, dan lengan.
Bahan yang digunakan adalah kain mori primisima berukuran 115 x 250 cm untuk busana, sedangkan kain jarik menggunakan lebar 110 x 250 cm.

Membangun Identitas Baru, Menggerakkan Ekonomi Lokal
Kolaborasi antara UNS dan Batik Kalimasada ini tidak hanya menghasilkan produk batik dengan nilai estetika tinggi, tetapi juga membuka ruang bagi generasi muda Wonogiri untuk ikut serta dalam pelestarian budaya. Kehadiran para pembatik muda menjadi sinyal positif bahwa batik tidak lagi dipandang sebagai kerajinan tradisional semata, melainkan industri kreatif modern yang menjanjikan.
Program ini juga diharapkan dapat memperkuat identitas budaya daerah, menjadikan Wonogiri memiliki motif batik khas yang diakui secara luas dan mampu bersaing di tingkat nasional. Melalui kegiatan pengabdian ini, semangat pelestarian budaya dan pemberdayaan ekonomi masyarakat berjalan beriringan.
“Kami berharap inovasi ini menjadi titik awal lahirnya batik khas Wonogiri yang benar-benar merepresentasikan jiwa masyarakatnya — tangguh, kreatif, dan mencintai tradisi,” pungkas Lili Hartono kepada jurnalis Prabangkaranews Selasa (7/10/25).
Melalui sentuhan akademik dan kolaborasi lintas sektor, inovasi motif batik khas Kabupaten Wonogiri menjadi bukti nyata bahwa kearifan lokal mampu diangkat menjadi sumber inspirasi ekonomi dan identitas budaya baru.
Batik bukan sekadar kain, melainkan narasi tentang tanah, manusia, dan nilai-nilai luhur yang terus hidup di setiap goresan malamnya.
Oleh: Tim Hibah Pengabdian Mitrasmart (HPM-UNS)