Revitalisasi Kreativitas Batik Sragen: UNS dan ISI Solo Bangkitkan Kesan Tiga Dimensi dalam Motif Batik Tradisional
PRABANGKARANEWS, Masaran, Sragen – Keindahan batik tulis dan cetak dari Sragen kini mendapatkan sentuhan baru berkat kolaborasi dua perguruan tinggi ternama di Jawa Tengah. Tim Pengabdian Masyarakat dari Universitas Sebelas Maret (UNS) dan Institut Seni Indonesia (ISI) Solo melalui skema Pemberdayaan Mitra-Usaha Produk Unggulan Daerah (PM-UPUD) 2025, hadir untuk menghidupkan kembali kreativitas para pembatik lokal lewat kegiatan bertajuk “Pemberdayaan Usaha Batik Tulis dan Cetak di Sragen.”
Kegiatan ini menggandeng dua usaha batik ternama di Kecamatan Masaran, yakni Usaha Batik Sang Bintang dan Usaha Batik Dewi Ratih. Tim pelaksana terdiri atas Mulyanto, Lili Hartono, dan Dewi Kusuma Wardani dari UNS serta Taufik Murtono dari ISI Solo.
Tak hanya itu, empat mahasiswa semester tujuh Anisa Sindi, Athaya, Alfina, dan Diah Ayu turut ambil bagian aktif dalam kegiatan yang dilaksanakan berdasarkan kontrak Nomor 3039.1/UN27.22/PT.01.03/2025, tanggal 10 September 2025.
Menyulam Inovasi di Atas Kain Tradisi
Masalah utama yang dihadapi para pembatik mitra adalah hasil motif batik yang tampak flat atau datar. Meski memiliki corak khas yang diwariskan secara turun-temurun, namun batik Sragen belum banyak menghadirkan kesan ruang dan kedalaman visual yang menjadi daya tarik estetis.
“Sebagian besar pembatik masih bekerja dengan pola lama yang diajarkan dari generasi ke generasi, tanpa memahami aspek ruang dalam gambar,” ujar Mulyanto, ketua tim pengabdian dari UNS.
Melihat kondisi tersebut, tim pengabdian pun merancang pelatihan intensif pembuatan motif dan pola inovatif, serta pengenalan konsep ruang tiga dimensi dalam desain batik. Pelatihan ini menyasar dua kelompok utama dalam proses produksi batik, yakni pendesain motif dan pembatik isen-isen (pengisi motif).
Menghidupkan Ruang di Setiap Goresan
Dalam sesi pelatihan, pendesain diajarkan teknik menciptakan ilusi ruang, komposisi motif, dan kedalaman visual, agar setiap goresan motif menghadirkan dimensi yang lebih hidup. Sementara itu, pembatik diberikan pelatihan untuk memperkaya pola isen-isen sehingga mampu menambah nuansa dinamis dan keseimbangan dalam karya batik.
“Pendesain adalah arsitek dari pola besar, sedangkan pembatik adalah pelukis yang menghidupkannya. Keduanya harus selaras agar batik tak hanya indah, tapi juga ‘berjiwa’,” tutur Taufik Murtono dari ISI Solo.

Batik Sragen Naik Kelas
Hasil awal dari pelatihan ini menunjukkan perubahan signifikan. Motif-motif batik yang sebelumnya terlihat datar kini memiliki kesan ruang yang kuat — seolah mengajak mata untuk menelusuri kedalaman warna dan garis. Produk batik pun tampil lebih elegan dan bernilai jual lebih tinggi.
“Dengan pemahaman baru ini, pembatik kami jadi lebih berani berinovasi dan mengeksplorasi motif,” ungkap Wartitik pemilik usaha “Dewi Ratih “ yang menjadi mitra kegiatan.
Sinergi Kampus dan UMKM
Program pengabdian ini menjadi bukti nyata sinergi antara dunia akademik dan pelaku usaha lokal. UNS dan ISI Solo tak hanya hadir membawa teori, tetapi juga menyalurkan energi kreatif yang mampu mendorong batik Sragen menuju level yang lebih modern tanpa meninggalkan akar tradisinya.
Melalui kegiatan ini, diharapkan batik Sragen dapat terus berkembang sebagai produk unggulan daerah yang tak hanya bernilai ekonomi, tetapi juga menyimpan narasi budaya yang mendalam perpaduan antara kearifan lokal dan inovasi seni rupa modern.
