3 Negara Walk-Out dari Pertemuan G20

3 Negara Walk-Out dari Pertemuan G20
SHARE

PRABANGKARANEWS.COM || Inggris, Amerika Serikat (AS), dan Kanada melakukan aksi walk-out terkoordinasi dari pertemuan G20. Tindakan itu diambil sebagai bentuk protes atas serangan Rusia ke Ukraina yang di mulai pada 24 Februari lalu.

Perwakilan dari tiga negara itu meninggalkan sesi saat delegasi Rusia berbicara pada pertemuan di Washington itu.  Gubernur Bank of England, Andrew Bailey, dan seorang pejabat senior Departemen Keuangan Inggris, termasuk di antara mereka yang meninggalkan pembicaraan.

Aksi walk-out itu terjadi ketika para pemimpin Barat memprotes  keanggotaan Rusia dalam kelompok G20, yang meliputi AS, Inggris, Prancis, dan Jerman, serta negara-negara berkembang yang kuat termasuk China, Brasil, dan India.

Baca Juga  Presiden RI Jokowi, Melakukan Pertemuan dengan Presiden AS Joe Biden

“Kami bersatu dalam kecaman kami atas perang Rusia melawan Ukraina dan akan mendorong koordinasi internasional yang lebih kuat untuk menghukum Rusia,” kata Menteri Keuangan Inggris Rishi Sunak melalui akun twitter-nya, dikutip cnbcindonesia.com, Kamis (21/4/2022).

Sementara itu, menurut laporan Reuters yang dikutip cnbcindonesia, Menteri Keuangan AS Janet Yellen mengatakan  bahwa dia tidak menyetujui kehadiran seorang pejabat senior Rusia.

Sebelumnya, Kementerian Keuangan AS mengatakan bahwa Yellen bertemu dengan Menteri Keuangan Indonesia Sri Mulyani Indrawati untuk menekankan bahwa tidak akan ada bisnis seperti biasa bagi Rusia dalam ekonomi global.

Sementara itu, dalam komentar yang dibuat sesaat sebelum protes, kepala Dana Moneter Internasional (IMF) Kristalina Georgieva memperingatkan 75 tahun kemajuan pembangunan sedang terancam oleh pecahnya kerja sama internasional.

Baca Juga  Hadiri Rapat Evaluasi, Pangdam XII/TPR Bahas Satgas Desa Tangkal Covid-19

Ditanya tentang laporan potensi boikot pada pertemuan G20, Georgieva mengatakan dunia telah mencapai momen penting bagi kemitraan global untuk mengatasi berbagai masalah termasuk pandemi, perang di Ukraina, darurat iklim ,dan meningkatnya kemiskinan.

“Jelas ada fakta yang sangat, sangat meresahkan yang harus kami tangani. Saya dapat mengatakan dengan jujur bahwa saya tidak pernah berpikir bahwa saya akan hidup melalui perang lain di Eropa dalam skala yang terjadi ini,” katanya. (*)