WANI NGALAH DHUWUR WEKASANE

WANI NGALAH DHUWUR WEKASANE
SHARE

Oleh:  Prof. Dr. Bani Sudardi, M.Hum (*)

Setiap suku bangsa memiliki falsafah hidup sendiri-sendiri yang kadang-kadang hidup tersebut bersumber dari pengalaman masa lalu yang panjang atau lingkungan yang dihadapi. Orang Arab punya pepatah “Man Jadda Wajada”, yang artinya siapa yang mau berjuang, akan mendapatkan hasil. Sementara itu, orang Yunani punya pepatah”pelaut yang baik diketahui saat ada badai”. Artinya kualitas seseorang akan tampak pada saat menghadapi masalah. Pepatah orang Cina mengatakan “orang yang membalas dendam harus menggali dua kuburan dibalas”. Maksudnya, balas dendam  merugikan kedua belah pihak. Orang yang dendam bisa meninggal, demikian orang yang mendapat balas dendam pun juga bisa meninggal.

Orang Jawa termasuk salah satu suku bangsa yang memiliki perjalanan yang panjang. Di dalam kehidupan orang Jawa, terdapat juga falsafah hidup yang sudah digunakan dalam mengarungi hidup selama berabad-abad dalam perkembangan kebudayaan Jawa. Salah satu falsafah hidup yang dikenal oleh orang Jawa adalah falsafah “wani ngalah”. Istilah ini yang terdapat dalam tembang mijil yang terdapat dalam Serat Wulangreh karya Pakubuwono 4.

Baca Juga  Prof Agus Surono, Kerumunan Maumere Bukan Pidana, Wajar Kalau Laporan Warga Ditolak

Dedalane guna lawan sekti

Kudu andhap asor

wani ngalah dhuwur wekasane

tumungkula yen dipun dukani

Bapang den singkiri

Ana catur mungkur.

(Makna dari bait tersebut adalah bahwa untuk menjadikan orang yang pandai dan sakti maka harus ditempuh dengan cara sopan santun. Orang harus berani mengalah agar akhirnya bisa menjadi mulia, menunduk apabila dimarahi, dan menyingkir ya bila ada penghalang, serta menghindar bila ada kata-kata yang tidak menyenangkan..

Ngalah memiliki dua makna. Yang pertama ngalah dari asal kata kalah yaitu berbuat seolah-olah sudah kalah. Yang kedua ngalah yang berasal dari Arab yaitu ,ala+Allah yang berarti di atas jalan Allah. Karena itu dalam keyakinan budaya Jawa. Siapapun yang di atas jalan Allah akan mencapai kemenangan atau “duwur wekasane”.

Baca Juga  Marhaban ya Ramadan, DPW LPPKI DKI Jakarta Harapkan Kebutuhan Pokok Kebutuhan Ramadan Stabil

Dalam tembang di atas tampak bahwa budaya Jawa adalah budaya menghindari konflik. Disebutkan bahwa cara seseorang menjadi pandai dan sakti, harus ditempuh dengan tindakan yang sopan santun atau andap asor. Etika merupakan suatu hal yang sangat penting dalam kebudayaan Jawa. Ada pepatah yang mengatakan lebih baik menjadi orang yang beradab, meskipun kurang pandai, daripada menjadi orang yang pandai tetapi tidak memiliki adab.

Ajaran untuk menghindari konflik itu terdapat juga dalam larik selanjutnya yaitu “bapang dan singgiri” yang artinya kalau ada penghalang maka penghalang itu dihindari tidak dilawan. Sementara ini, ddalam mencapai kesuksesan juga dianjurkan untuk terlalu tidak menghiraukan percakapan orang lain yang mungkin dengan kata-kata yang kurang bagus sehingga dinyatakan”ana catur mungkur”. Demikian sekelumit tentang Ajaran dalam budaya Jawa yang mana ajaran ini sudah dipakai oleh masyarakat Jawa selama bertahun-tahun. Selanjutnya, hal ini juga menjadi ciri dari kebudayaan Jawa yang ingin selalu menjaga ketentraman serta menghindari konflik.

Baca Juga  Kisruh PT Kahayan, Oknum Bareskrim Polri Terindikasi Berkolusi dengan Komisaris untuk Penjarakan Para Direksi

(*) Guru Besar Ilmu Budaya, Universitas Sebelas Maret