Pacitan dalam Lintasan Waktu: Antara Alam, Transportasi, dan Harapan

Pacitan dalam Lintasan Waktu: Antara Alam, Transportasi, dan Harapan
Jalan Pacitan-Ponorogo (Indië; geïllustreerd weekblad voor Nederland en koloniën, jrg 8, 1924)
SHARE

Oleh: Dr. Agoes Hendriyanto (*)

(*) Dosen, Praktisi, Peneliti

Berdasarkan foto yang bersumber dari  Indië; geïllustreerd weekblad voor Nederland en koloniën, jrg 8, 1924, no. 16, 29-10-1924,  Pacitan  merupakan daerah yang cukup terpencil di pesisir selatan Pulau Jawa. Wilayah ini terletak di sebuah teluk kecil dengan garis pantai yang relatif datar, diapit oleh lautan di satu sisi dan pegunungan di sisi lainnya. Akses menuju Pacitan harus melewati jalur yang membelah perbukitan dan pegunungan, menjadikannya perjalanan yang penuh tantangan.

Salah satu rute utama yang menghubungkan Pacitan dengan Ponorogo memiliki medan yang cukup sulit. Hingga beberapa tahun lalu, layanan transportasi bagi pegawai pemerintah masih dikelola oleh kontraktor, yang sebagian besar berasal dari komunitas Tionghoa. Namun, akses menuju Pacitan dibatasi, khususnya untuk rute yang melintasi jalur pegunungan sepanjang 11 km.
Hal ini disebabkan oleh kondisi jalan yang menantang, di mana jalur tersebut mengikuti aliran sungai dan harus melewati tebing batu yang curam. Beberapa bagian jalan harus dibangun dengan cara memahat batuan atau menggunakan peledakan, sementara di sisi sungai dibuat tembok penahan untuk menjaga kestabilan jalur.

Permukaan jalan saat itu ditutupi batuan kecil, tetapi kondisi ini membuat perjalanan terasa bergelombang dan kurang nyaman. Sering kali, disarankan agar para penumpang turun dan berjalan kaki demi keselamatan mereka. Seiring waktu, setelah mobil mulai digunakan oleh pegawai pemerintah, kondisi jalan pun semakin membaik. Vegetasi alami mulai tumbuh di sepanjang tebing batu, menciptakan lanskap yang hijau dan asri.

Baca Juga  Tampilan baru Jalan Jenderal Sudirman, Ponorogo

Keindahan perjalanan menuju Pacitan sering kali memikat para pelancong. Seorang warga Belanda yang telah lama tinggal di Hindia bahkan menulis surat sepanjang lebih dari tiga puluh halaman untuk menggambarkan keindahan rute ini. Pemandangan yang menakjubkan tersaji di setiap tikungan, mulai dari tebing berbatu dengan vegetasi yang unik, aliran sungai yang deras di antara bebatuan, hingga lembah-lembah yang menyuguhkan panorama luar biasa.

Penduduk setempat menggunakan kuda sebagai alat transportasi, meskipun ukurannya lebih kecil dari kuda pada umumnya. Pemandangan para pria bertopi anyaman daun yang memandu kuda-kuda bermuatan di sepanjang jalan menghadirkan daya tarik tersendiri, layaknya lukisan hidup yang menggugah imajinasi.

Meski perjalanan menuju Pacitan bisa memakan waktu seharian, suasana yang dihadirkan begitu menyenangkan sehingga rasa lelah pun terabaikan. Perjalanan ini tak hanya menjadi pengalaman eksplorasi, tetapi juga memperlihatkan dinamika kehidupan masyarakat sekitar.

Baca Juga  Update Covid-19 di Jawa Timur, Hari Senin 28 September 2020

Sebagai daerah yang belum banyak dijelajahi, Pacitan memiliki potensi mineral yang masih belum tergali secara maksimal. Beberapa laporan menyebutkan adanya kandungan tembaga di kawasan ini, namun penelitian yang dilakukan belum cukup mendalam.

Memasuki kawasan Pacitan, jalanan mulai menurun menuju dataran rendah. Pegunungan yang sebelumnya mendominasi kini perlahan memberi ruang bagi pemukiman penduduk yang membangun desa-desa kecil di tepian sungai. Mereka menanam kelapa serta beragam pohon lainnya, menciptakan lanskap yang semakin memperkaya keindahan alam Pacitan. Aliran sungai yang tenang tanpa warna kuning keruh menandakan keseimbangan lingkungan yang tetap terjaga di wilayah ini.