Memahami Komunikasi dalam Masyarakat Multikultural Indonesia

Prabangkaranews.com – Pacitan -Komunikasi pada dasarnya merupakan sebuah respon terhadap beberapa aspek komunikasi yang ditemui dalam kehidupan sehari-hari, dialognya fokus pada apa dan bagaimana teori–teori yang berbeda menyebut dunia social tempat tinggal kita (W. Littlejohn, 2019: 10).
Dalam komunikasi menurut Lasswwell terdapat lima unsur yaitu: 1) komunikator dalam hal ini jurnalis, redaksi, pembawa acara; 2) pesan bagaimana kemampuan dalam merangkaikan tanda, lambang, dan bunyi bahasa; 3) alat untuk menyampaikan pesan dari komunikator ke komunikan beruapa media sosial, media masa, televisi, youtube, dsb; 4) komunikan yang sangat komplek disebabkan perbedaan ras, etnik, agama, kelas, dan gender; 5) harus memberikan efect positif bagi semua yang terlibat dalam komunikasi.
Jurnalis sebagai pembuat pesan harus menguasai kemampuan untuk merasakan semua level komunikasi dalam masyarakat. Mereka harus merasakan bagaimana posisi obyek jika pemberitaan tidak berimbang. Apalagi dalam media sosial rakyat mempunyai hak untuk berkomentar. Jurnalis harus netral namun dalam sebuah realitas seorang jurnalis mempunyai keluarga yang butuh makan dan minum dan keperluan lainnya. Jurnalis harus mandiri, berdikari sehingga berita yang disajikannya akan independen. Tujuan utamanya beritanya dapat diterima oleh semua pihak berdasarkan sebuah fakta.
Agar pesan tersampaikan ke masyarakat maka harus mengetahui unsur yang harus dimengerati dan sebuah keniscayaan yang harus kita pahami agar pesan yang kita sampaikan mendapatkan efek bagi pendengar, pembaca.
Komunikasi Antar Rasial
Manusia dilahirkan di dunia tidak boleh memilih, disebabkan kelahiran atau genetika adalah bawaan. Perbedaan ras identic dengan bentuk fisik dari manusia yang berhubungan dengan warna kulit, warna rambut, bentuk hidung, tinggi badan, cara bicara, bahasa, gaya berpakaian akan mengakibatkan perbedaan dalam mengartikan simbol, tanda atau lambang bahasa yang akan menjadi pengahambat potensial dalam berkomunikasi (Purwasito. A, 2014: 206).
Komunikasi antaretnik
Purwasito (2014: 210) kelompok etnis dan minoritas di manapun saja akan menemui kesulitan dan hambatan komunikasi ketika berhadapan dengan kelompok etnis mayoritas. Penyebabnya ada tiga yaitu; 1) prasangka historis, diskriminasi, dan 3) perasaan superioritas in-group feeling berkelebihan dan menganggap inferior pihak yang lain (out-group).
Komunikasi Antar Agama.
Secara teoritis umat beragama bersifaf inklusif yaitu rasa ikut saling memilki dalam situasi kelompok dengan dasar kebutuhan saling memuaskan antar mereka, yang akan memberikan dorongan kuat kepada setiap anggota kelompok untuk mengintegrasikan diri dan identitas dirinya ke dalam kelompok. Jika tidak diimbangi dengen intensitas interaksional antar kelompok agama, menyebabkan beberapa perilaku sosial yang introvert, menutup diri dan acuh tak acuh terhadap lingkungan. Mereka menganggap dirinya atau kelompoknya tidak diterima oleh kelompok lain. (Purwasito, 2014: 220).
Komunikasi Antar kelas
Masyarakat multikultur dengan kehidupan yang makin kompleks, tuntutan tiap individu meningkat baik kualitas maupun kuantitas, seperti perbaikan gaji, perbaikan kesehatan, tuntutan kesejahteraan lebih baik, pendidikan yang memadai, lapangan kerja yang bisa menampung banyak orang, dan harga yang relatif rendah. Hal ini akan menimbulkan kesepakatan antara individu dengan individu atau kelompok dengan kelompok yang akan menimbulkan pertentangan atau persaingan. Kelompok akhirnya tidak terhindarkan membentuk kelas sosial orang kaya dan orang melarat.
Purwasito (2014: 223) analisis komunikasi multikultural harus menjadikan stratifikasi sosial dalam masyarakat yang menjadi dasar pola interaksi sosial dalam masyarakat.
Komunikasi Antar Gender
Komunikasi antargender bukan membicarakan perbedaan kodrati tersebut yang menyebabkan komunikasi antarlawan jenis menjadi suatu hambatan. Komunikasi multicultural di Indonesia bukan pada jenis laki-laki dan perempuan namun bagaimana dikontruksi anatar laki-laki dan perempuan secara sosial maupun kultural (Purwasito. A, 2014: 228).
Sebagai contohnya orang Jawa khususnya Solo mendefinisikan wanita dengan karakter “lakune kaya macan luwe” artinya jalannya seperti harimau lapar dengan karakter lemah lembut dan keibuan. Sedangkan laki-laki didefinisikan seperti sosok Arjuna dalam cerita Mahabarata dengan karakter yang lebih rasional yaitu perkasa, jantan, dan kuat.
Unsur yang kelima dalam komunikasi Lassweel sangat sulit diwujudkan disebabkan kita harus bisa untuk membuat sebuah berita yang independen. Jika sudah ada prasangka dari pembaca, pendengar maka berita yang akan kita release tidak banyak yang membaca. Sebelum kita menulis harus survey dulu dengan masyarakat. Jurnalis harus seimbang dalam pemberitaan sehingga tulisan kita banya dibaca. Terkadang jika kita menulis berita yang merugikan masyarakat maka komentar sangat luar biasa. Hal ini harus kita sikapi dalam era demokrasi media bahwa masyarakat sekarang bisa menjadi penyebar berita. Oleh sebab itu media masa harus bisa menjadi pelopor dalam membuat berita berdasarkan fakta.
Tugas yang cukup berat dipundak jurnalis walaupun kita harus mandiri untuk mencari sumber pendapatan untuk biaya operasional. Kemandirian menjadi komitmen kita dalam menjaga independesi berita (redaksi/AHy/Studi Doktoral)
(AHy)