Nilai yang Terkandung dalam Upacara Adat Jawa

Nilai yang Terkandung dalam Upacara Adat Jawa
SHARE

Prabangkaranews.com – Masyarakat Jawa dikenal sebagai masyarakat yang keberadaanya tidak dapat dipisahkan dengan upacara adat. Hampir setiap proses kehidupan masyarakat Jawa selalu didukung dengan kegiatan upacara.

Kalangan masyarakat Jawa mengenal berbagai nama upacara, di antaranya tingkepan atau mitoni, brokohan, sepasaran, puputan, selapanan, tedhak siten, sunatan, perkawinan, ruwatan, mitung dina, nyatus, pendhak sepisan, pendhak pindho, dan nyewu.

Nama-nama upacara tersebut membuktikan bahwa upacara sebagai elemen penting bagi masyarakat Jawa dalam menjalani kehidupannya.

Nilai-nilai dan norma-norma kehidupan dijunjung tinggi oleh masyarakat Jawa. Tujuan mereka melakukan itu adalah agar harmoni dalam kehidupan mereka tesap terjaga. Upacara sebagai salah satu sarana untuk mencari keseimbangan dalam tatanan kehidupan bermula dari  adat istiadat dan diaktualisasikan berbentuk tata upacara.

Baca Juga  SMSI Jatim, Bentuk Peduli Jurnalis; Bagikan Takjil Hingga Santunan Anak Yatim Ramadhan 1444 H

Upacara yang berada di tengah masyarakat akan mengikat dan ditaati oleh anggota masyarakat tersebut. Sisi lain bagi masyarakat Jawa upacara menunjukan bahwa semua perencanaan, tindakan, dan perbuatan dalam kehidupan tidak dapat dipisahkan dengan berpedoman pada tata nilai luhur.

Baca Juga: Upacara Badut Sinampurno, Dsa Ploso, Tegalombo, Pacitan

Tata nilai yang dipancarkan melalui tata upacara adat merupakan tata kehidupan masyarakat Jawa yang tidak dapat dipisahkan dengan unsur di luar dirinya.

Pada umumnya berbagai tata upacara adat yang ada di kalangan  masyarakat Jawa sejak sebelum lahir (janin) sampai meninggal. Setiap tata upacara adat mempunyai makna tersendiri dan sampai saat ini masih cukup banyak yang dilestarikan.

Baca Juga  Pantai Watukarung Pacitan Antisipasi Pengunjung Liburan Natal dan Tahun Baru

Salah satu upacara lingkaran hidup yang sampai sekarang masih dilaksanakan oleh masyarakat Jawa adalah ruwatan.

Upacara ini dilaksanakan sebagai sarana untuk melepaskan diri dari bencana yang akan disandang selama hidupnya. Pada tata upacara ruwatan, terlihat jelas adanya situasi dan kondisi sakral, seperti pembacaan mantra-mantra oleh dalang, sebagai pemimpin upacara, disertai dengan sesajian dan pembakaran dupa, serta bunyi-bunyian dari gamelan yang memungkinkan timbulnya daya magi.

Komodifikasi budaya ruwatan menjadi aset ekonomi yang bernilai tinggi menajadi trend masyarakat sekarang ini. Upacara tersebut dijadikan agenda dalam berbagai festifal seni dan budaya tujuannnya untuk menarik jumlah kunjungan wisatawan ke suatu wilayah di Indonesia. (Ahy)

Baca Juga  Menelusuri Kearifan Lokal: Galang Gerak Budaya Tapal Kuda di Desa Lojejer, Jember

Publisher. Prabangkaranews Media Group