Wabup Gagarin; Hadiri Seminar Kebudayaan Diselenggarakan GMNI Pacitan
PRABANGKARANEWS.COM || PACITAN – Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (MNI) Komisariat Sekolah Tinggi Keguruan dan Ilmu Pendidikan (STKIP) Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) Pacitan menyajikan gelaran seminar kebudayaan.
Seminar dengan tajuk “Budaya Pacitan Dalam Perspektif Kritis; Menggali Identitas Kultural Pacitan” di gedung Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kabupaten Pacitan pada Sabtu (12/11/2022).
Acara pembukaan seminar dibuka langsung oleh Gagarin selaku Wakil Bupati Pacitan. Dalam sambutannya , menekankan bahwa generasi muda di masa sekarang harus mengetahui identitas kultural daerahnya.
“Saya ucapkan terimakasih untuk GMNI yang dalam hal ini telah menjadi inisiator terselenggaranya acara seperti ini, jarang-jarang ada sekelompok pemuda yang peduli dengan identitas asli daerahnya,”kata Gagarin.
“Terima kasih kepada GMNI yang mewakili keresahan masyarakat Pacitan, tentang kesadaran generasi muda kehilangan jatidiri sebagai orang Pacitan. Apalagi wilayah Pacitan dengan budaya Mataraman merupakan wujud nyata dan realitas identitas budaya Pacitan yang tercermin dari berbagai macam adat istiadat, ritus, seni budaya yang berkembang di tengah masyarakat,” jelas Gagarin dalam sambutannya.
“Seharusnya kegiatan ini dilakukan oleh OKPD yang membidangi kebudayaan di kabupaten Pacitan,” jelasnya.
Gagarin juga menjelaskan terkait dengan kalender atau sistem penanggalan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dalam kehidupan manusia. Tidak saja manusia manusia di masa modern, tapi juga manusia yang hidup di masa lalu yang masih tradisional juga memerlukan kalender sistem penanggalan, pengaturan waktu. Salah satunya adalah kalender Jawa yang hingga kini bahkan masih dipercaya dan digunakan oleh sebagian orang Jawa.
“Kalender Jawa secara resmi dikenalkan oleh Sultan Agung, raja terbesar dari rezim Kerajaan Mataram Islam. Sultan Agung memerintah pada 1613 -1645. Karena itu pula sistem penanggalan ini disebut juga sebagai Kalender Sultan Agungan,” jelas Gagarin.
“Sistem penanggalan yang dipelopori oleh Sultan Agung ini juga disebut penanggalan Jawa Candrasangkala atau perhitungan penanggalan berdasarkan peredaran bulan mengitari bumi. Walaupun mengadopsi sistem penanggalan Hijriah, terdapat perbedaan hakiki antara sistem perhitungan penanggalan Jawa dengan penanggalan Hijriah,” jelas Gagarin.
Gagarin yang juga sebagai keynote speaker seminar kebudaay menjelaskan lebih lanjut, perbedaan yang mendasar adalah pada saat penetapan pergantian hari ketika pergantian sasi (bulan). Apalagi sebagai pengusaha harus tahu penanggalan Jawa sehingga stok yang kita sediakan akan bisa dibeli olah konsumen.
Lebih lanjut, Gagarin berharap seminar yang digelar pleh GMNI Pacitan tersebut mampu menghasilkan pemikiran-pemikiran kritis.
“Tidak perlu takut apabila hasil dari seminar hari ini bertentangan dengan pemikiran lain karena pada dasarnya setiap masing-masing personal atau kelompok memiliki cara pandang sendiri-sendiri,”jelasnya.
Sementara, Ketua Dewan Pimpinan Cabang (DPC) GMNI Pacitan, Muhamad Tonis Dzikrullah dalam sambutannya menegaskan bahwa seminar ini diselenggarakan bukan untuk mengambil satu sikap sepakat mengenai jenis kebudayaan seperti apa yang nantinya akan dijadikan sebagai satu-satunya identitas kultural Pacitan.
“Tidak perlu risau, ini hanya wacana kaum pinggiran, forum ini kami hadirkan semata-mata sebagai wahana diskusi tentang identitas kultural yang ada di Kabupaten Pacitan dari prepektif kritisis,”ujarnya.
Seminar kebudayaan tersebut mendatangkan dua narasumber yakni Bakti Sutopo seorang pemerhati budaya dan Agoes Hendriyanto peneliti budaya. Keduanya merupakan dosen di kampus STKIP PGRI Pacitan. Peserta seminar berasal dari kalangan mahasiswa dan umum yang berasal dari berbagai instansi. (*)