Pemimpin Menyejukkan: Filosofi Kepemimpinan Berbasis Empati dan Kerendahan Hati
PRABANGKARANEWS || Pola kepemimpinan dari seorang pemimpin yang pernah menjadi Bupati Pacitan 2 periode dan merintis karier dari bawah. Penulis mempunyai pengalaman yang cukup berharga berkolaborasi dalam membuat sebuah buku terkait dengan Rontek dan Sosial Budaya Pacitan. Hal yang membekas selama berinteraksi, ia kerap mengungkapkan makna mendalam melalui tiga kata kunci: “pangapunten” (minta maaf), “matur nuwun” (terima kasih), dan “nggih” (ya). Kata-kata ini mencerminkan kerendahan hati, rasa syukur, dan kesediaan mendengarkan, yang menjadi ciri khas kepemimpinannya.
Pola kepemimpinan yang menyejukkan adalah model kepemimpinan yang didasari oleh rasa empati, kerendahan hati, dan sikap saling menghargai. Pemimpin yang mengadopsi pola ini menonjolkan sikap mengayomi dan memberikan ketenangan bagi orang-orang di sekitarnya. Filosofi yang menjadi landasan kepemimpinan ini meliputi beberapa aspek utama yang berfokus pada hubungan yang baik antara pemimpin dan orang-orang yang dipimpinnya.
Pertama, pemimpin yang menyejukkan selalu mengawali setiap tindakan dengan meminta maaf, terutama ketika berurusan dengan bawahannya atau atasan. Hal ini menunjukkan bahwa pemimpin tersebut memiliki kesadaran tinggi akan tanggung jawabnya dan tidak ragu untuk mengakui kekurangan atau kekhilafan. Sikap rendah hati ini menciptakan suasana kerja yang penuh dengan pengertian, di mana setiap anggota merasa didengar dan dihargai.
Kedua, kebiasaan mengucapkan terima kasih secara tulus setiap kali seseorang diberikan kesempatan, baik dalam konteks pekerjaan maupun kehidupan sehari-hari, menjadi tanda kepemimpinan yang menghargai kontribusi dan kerja keras orang lain. Menghargai sekecil apapun peran seseorang menumbuhkan motivasi dan loyalitas dalam tim, karena setiap individu merasa keberadaannya bermakna.
Ketiga, pemimpin yang menyejukkan adalah pemimpin yang selalu mendengarkan dengan sungguh-sungguh. Ketika orang lain berbicara, pemimpin ini tidak hanya memberikan perhatian penuh, tetapi juga menunjukkan penerimaan melalui ucapan “iya” atau “nggih” yang menandakan bahwa pendapat orang lain didengar dan dipertimbangkan dengan baik. Ini memberikan rasa nyaman dan mendorong keterbukaan dalam komunikasi, memperkuat ikatan di antara tim.
Secara keseluruhan, pola kepemimpinan ini menciptakan iklim yang penuh keharmonisan, di mana para anggota merasa diperlakukan dengan hormat dan diterima. Sikap saling mendukung dan menghargai ini membangun fondasi yang kuat untuk keberhasilan bersama, di mana setiap individu berkontribusi dengan sepenuh hati, dan pemimpin menjadi figur yang dicintai serta dihormati. (Pemred)