Upaya Meminimalkan Pelanggaran Pilkada 2024 Demi Kualitas Demokrasi yang Lebih Baik
PILKADA, PRABANGKARANEWS || Pelanggaran dalam Pilkada 2024 perlu ditekan untuk meningkatkan mutu demokrasi, sehingga pemimpin terbaik dapat terpilih dari peserta kontestasi. Berbagai jenis pelanggaran pemilu diatur dalam Peraturan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) dan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum, meliputi pelanggaran kode etik, administratif, serta tindak pidana pemilu. Masing-masing pelanggaran ditangani oleh lembaga seperti DKPP, Bawaslu, dan Gakkumdu.
Pelanggaran meliputi ketidaknetralan Aparatur Sipil Negara (ASN), pelanggaran terkait alat peraga kampanye (APK), dan penyebaran hoaks di media sosial. Isu netralitas ASN menjadi perhatian, terutama unsur kedekatan dengan salah satu calon bupati dan wakil bupati.
Selain itu, keluhan publik terkait pemasangan APK yang sembarangan dan melanggar aturan sering muncul. Pemasangan tersebut dinilai mengganggu estetika, menghalangi fasilitas umum, dan dapat membahayakan keselamatan. Meskipun Peraturan KPU telah mengatur pemasangan APK, pelanggaran masih sering terjadi.
Undang-Undang Pemilu mengatur sikap dan tindakan Kepala Desa, Perangkat Desa dan Badan Permusyawaratan Desa dalam Pemilu, termasuk Badan Usaha Milik Desa.
Bila terbukti melakukan tindakan dengan sengaja menguntungkan atau merugikan peserta Pemilu diberi sanksi pidana selama satu tahun penjara hingga denda belasan juta rupiah. Aturan tersebut tertuang dalam Undang-undang Pemilu Nomor 7 Tahun 2017 Pasal 490.
“Setiap kepala desa atau sebutan lain yang dengan sengaja membuat keputusan dan/atau melakukan tindakan yang menguntungkan atau merugikan salah satu Peserta Pemilu dalam masa Kampanye, dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan denda paling banyak Rp12 juta,” pasal 490 UU Pemilu
Selain itu dalam pasal 280 ayat (2) UU Pemilu juga mengatur Kepala Desa dilarang diikutsertakan sebagai pelaksana atau tim kampanye dalam Pemilu.
Dalam pasal 280 ayat (3) UU Pemilu juga disebut Kepala Desa, Perangkat Desa, Anggota Badan Permusyawaratan Desa, Badan Usaha Milik Desa dilarang ikut sebagai pelaksana dan tim kampanye pemilu.
Penyebaran hoaks dan disinformasi di media sosial juga semakin meningkat menjelang pemilu, yang menunjukkan perlunya pengawasan dari masyarakat untuk menjaga pemilu yang jujur dan adil. Meskipun Bawaslu berfungsi sebagai pengawas resmi, peran aktif masyarakat dalam memantau dan melaporkan pelanggaran tetap sangat penting untuk menjaga integritas demokrasi di Indonesia.