Pengawasan Pilkada: Tantangan KPU dan Bawaslu Menjaga Luber Jurdil di Pacitan

Pengawasan Pilkada: Tantangan KPU dan Bawaslu Menjaga  Luber Jurdil di Pacitan
SHARE

OPINI (PRABANGKARANEWS) – Agoes Hendriyanto, seorang dosen dan praktisi kebudayaan dari Pacitan, Doktor Kajian Budaya dari UNS Surakarta dengan predikat Cumlaude memberikan perhatian khusus terhadap kinerja KPU dan Bawaslu dalam menjaga proses Pilkada yang sesuai dengan prinsip Luber (Langsung, Umum, Bebas, dan Rahasia) serta Jurdil (Jujur dan Adil). Ia menilai bahwa peran kedua lembaga ini sangat krusial dalam memastikan pemilu berjalan dengan transparan dan bebas dari pelanggaran.

Menurut Agoes, Bawaslu memiliki tanggung jawab besar dalam mengawasi jalannya Pilkada, terutama dalam meminimalkan praktik-praktik kecurangan seperti politik uang dan kampanye hitam. Kinerja Bawaslu harus diawasi dengan ketat agar tetap netral dan tegas dalam menindak pelanggaran yang terjadi di lapangan.

Selain itu, Agoes juga menyoroti peran penting KPU sebagai penyelenggara Pilkada. Ia menegaskan bahwa KPU harus dapat menjalankan tugasnya dengan transparan, mulai dari pengelolaan daftar pemilih hingga distribusi logistik pemilu, agar kepercayaan masyarakat terhadap proses demokrasi tetap terjaga.

Pilkada serentak 2024 di Kabupaten Pacitan telah di depan mata, dan pertanyaan besar yang muncul di benak masyarakat adalah: apakah dua lembaga utama yang menjadi penjamin kelancaran dan kejujuran proses demokrasi ini—Bawaslu (Badan Pengawas Pemilu) dan KPU (Komisi Pemilihan Umum)—masih bisa dipercaya untuk menjalankan tugasnya dengan baik? Masihkah kita bisa berharap bahwa Pilkada akan berjalan sesuai dengan asas Langsung, Umum, Bebas, Rahasia (Luber), serta Jujur dan Adil (Jurdil)?

Baca Juga  Prof Agus Surono, Kerumunan Maumere Bukan Pidana, Wajar Kalau Laporan Warga Ditolak

Tanggung Jawab Pengawasan Bawaslu

Bawaslu memiliki peran krusial dalam mengawasi jalannya Pilkada. Mereka harus memastikan bahwa proses pemilu terbebas dari praktik kotor, seperti politik uang, kampanye hitam, atau intimidasi terhadap pemilih. Tidak hanya mengawasi secara pasif, tetapi Bawaslu dituntut untuk aktif menindak pelanggaran yang terjadi. Masyarakat menaruh harapan besar agar Bawaslu tegas dan netral, terutama di tengah isu-isu yang sering muncul mengenai ketidakberesan di lapangan.

Namun, realitas di lapangan terkadang berbeda. Dugaan politik transaksional dan penyimpangan aturan menjadi isu yang sering mencuat di banyak daerah, termasuk Pacitan. Jika Bawaslu tidak menjalankan tugasnya dengan tegas dan transparan, bukan tidak mungkin kepercayaan publik akan terus merosot.

KPU dan Penyelenggaraan Pemilu

Di sisi lain, KPU adalah lembaga yang bertanggung jawab penuh atas penyelenggaraan Pilkada. Mulai dari penyusunan Daftar Pemilih Tetap (DPT), distribusi logistik pemilu, hingga pelaksanaan penghitungan suara. KPU harus memastikan bahwa seluruh proses ini berjalan dengan jujur, transparan, dan adil.

Namun, di tengah besarnya tanggung jawab, tidak jarang masyarakat meragukan kinerja KPU. Ketika terjadi kekacauan pada DPT atau distribusi logistik pemilu yang tidak tepat waktu, seringkali KPU menjadi sasaran kritik. Kekhawatiran tentang profesionalisme dan integritas KPU dalam mengelola Pilkada menjadi alasan kuat bagi sebagian masyarakat untuk mempertanyakan kemampuan lembaga ini dalam mengawal Pilkada yang benar-benar Luber dan Jurdil.

Baca Juga  Sikapi Statemen Bamsoet, LaNyalla: Utusan Golongan dan DPD RI Secara Substansi Sama

Isu Kepercayaan Masyarakat

Kepercayaan publik adalah fondasi penting dalam setiap proses pemilu. Tanpa itu, proses demokrasi bisa dengan mudah diwarnai kecurigaan dan ketidakpuasan. Dalam konteks Pilkada Pacitan, muncul banyak kekhawatiran terkait potensi pelanggaran, terutama praktik politik uang yang sering menjadi bagian tak terpisahkan dari pemilu di berbagai wilayah. Masyarakat mulai mempertanyakan: dapatkah Bawaslu dan KPU bertindak tegas dalam menghadapi pelanggaran ini? Atau, apakah mereka justru akan larut dalam permainan politik yang penuh dengan kepentingan?

Ketidakpercayaan ini menjadi isu serius yang harus dijawab oleh kedua lembaga tersebut. Mereka perlu membuktikan bahwa aturan dan prinsip demokrasi masih dapat dipegang teguh di tengah derasnya godaan politik transaksional.

Pentingnya Keterlibatan Publik

Namun, kepercayaan bukanlah satu-satunya jawaban. Dalam konteks Pilkada, peran aktif masyarakat sangatlah penting. Pemilih tidak hanya berperan sebagai peserta, tetapi juga sebagai pengawas. Mereka bisa menjadi mata dan telinga independen yang membantu memastikan proses Pilkada bebas dari pelanggaran.

Baca Juga  Forkopimda Kalteng Sambut Kedatangan Wakil Presiden

Keterlibatan masyarakat dalam proses pemilu harus lebih dari sekadar datang ke TPS dan mencoblos. Mereka harus berani melaporkan jika menemukan pelanggaran, dan tidak tergoda oleh iming-iming uang atau hadiah lainnya. Hanya dengan partisipasi aktif, harapan untuk Pilkada yang jujur dan adil bisa benar-benar terwujud.

Harapan dan Tantangan

Harapan masyarakat terhadap Bawaslu dan KPU masih besar. Meski banyak tantangan, khususnya dalam menjaga integritas Pilkada di tengah isu politik transaksional, publik masih ingin percaya bahwa lembaga-lembaga ini mampu menjalankan tugasnya. Namun, kepercayaan ini tidak bisa dibiarkan menggantung begitu saja. Bawaslu dan KPU harus berani tampil tegas, netral, dan transparan dalam setiap tahap Pilkada.

Akhirnya, pertanyaan “Masih percayakah kita pada Bawaslu dan KPU dalam mengawal Pilkada yang Luber Jurdil?” menjadi refleksi kritis bagi semua pihak. Pilkada yang bersih bukan hanya tanggung jawab dua lembaga tersebut, tetapi juga milik kita semua sebagai warga negara yang peduli pada masa depan demokrasi di Pacitan.

Dengan demikian, meski ada kekhawatiran, mari tetap menjaga harapan dan berperan aktif dalam memastikan Pilkada berjalan sesuai asas-asas demokrasi.