Ajukan Banding, Aiptu LC Masih Berupaya Hindari Pemecatan Usai Kasus Dugaan Pelecehan Seksual di Rutan Polres Pacitan

PRABANGKARANEWS – Aiptu LC, anggota Polres Pacitan yang sebelumnya dijatuhi sanksi Pemberhentian Tidak Dengan Hormat (PTDH) karena terseret kasus dugaan pelecehan seksual terhadap seorang tahanan perempuan, diketahui telah mengajukan banding atas putusan tersebut.
Kepala Bidang Humas Polda Jawa Timur, Kombes Jules Abraham Abast, mengonfirmasi pengajuan banding itu. Ia menjelaskan bahwa meski telah dinyatakan dipecat dalam sidang kode etik profesi Polri, Aiptu LC masih menggunakan haknya untuk mengajukan banding.
“Setelah hasil putusan yang menyatakan yang bersangkutan diberhentikan tidak dengan hormat, kemudian yang bersangkutan diberikan kesempatan apakah akan mengajukan banding atau tidak. Ternyata yang bersangkutan mengajukan banding,” jelas Jules pada Jumat (25/4).
Proses banding ini akan menjadi bahan pertimbangan lebih lanjut oleh penyidik dan Bidang Profesi dan Pengamanan (Propam) Polda Jatim. Meski demikian, Jules menegaskan bahwa Kapolda Jatim Irjen Pol Nanang Avianto tetap berkomitmen memberikan sanksi tegas terhadap setiap pelanggaran hukum yang dilakukan oleh anggota kepolisian.
“Ini sudah menjadi komitmen dari kami semua, khususnya atensi dari Kapolda Jatim untuk memberikan sanksi tegas terhadap setiap perbuatan hukum yang dilakukan anggota Polri, khususnya di jajaran Polda Jawa Timur,” tegasnya, dilansir dari Cnn.com Sabtu (26/4/25).
Sebelumnya, Aiptu LC ditetapkan sebagai tersangka atas dugaan pelecehan seksual dan pencabulan terhadap seorang tahanan perempuan yang dilakukan sebanyak empat kali di ruang berjemur wanita Rutan Mapolres Pacitan selama periode Maret hingga April 2025.
Ia dijerat dengan Pasal 6 huruf c Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS), serta sejumlah pasal dalam peraturan kepolisian, yakni:
-
Pasal 13 ayat 1 PP No. 1 Tahun 2003 tentang pemberhentian anggota Polri,
-
Pasal 5 ayat (1) huruf b dan c, Pasal 8 huruf C angka (1), (2), (3),
-
Pasal 10 ayat 1 huruf b, serta
-
Pasal 13 huruf f Perpol No. 7 Tahun 2022 tentang Kode Etik Profesi dan Komisi Kode Etik Kepolisian.
Kasus ini menjadi perhatian publik karena mencoreng nama institusi kepolisian dan menunjukkan pentingnya pengawasan yang ketat serta komitmen kuat dalam menegakkan etika dan hukum, terutama dalam lingkungan aparat penegak hukum itu sendiri.