Telusuri Jejak Literasi Kuno, Mahasiswa Prodi Sastra Indonesia FIB UNS Dalami Manuskrip di Sultanate Institute Surakarta
PRABANGKARANEWS, Surakarta, 21 Mei 2025 – Mahasiswa Program Studi Sastra Indonesia dari Universitas Sebelas Maret (UNS) melaksanakan kunjungan akademik ke Sultanate Institute Surakarta pada Rabu (21/5). Kegiatan ini menjadi bagian dari praktik lapangan dalam kajian Filologi, yang bertujuan mengenalkan mahasiswa pada pengelolaan naskah kuno dan pelestarian tradisi literasi Nusantara secara langsung.
Sultanate Institute sendiri merupakan lembaga riset sejarah dan arkeologi yang berfokus pada warisan kesultanan Islam di wilayah Nusantara. Berdiri sejak tahun 2018 dan berbadan hukum resmi sejak 2019, lembaga ini mengelola dua museum utama: Museum Abad Satu Hijriah dan Situs Bonga di Tapanuli Tengah yang berfungsi sebagai museum situs.
Menurut Muhammad Sidiq, Kepala Divisi Artefak dan Koleksi, sejak awal Sultanate Institute menerima banyak hibah manuskrip dari pesantren-pesantren yang telah tidak beroperasi.
“Penelitian kami dimulai dari naskah-naskah asal Aceh. Kami memperoleh sekitar 16 manuskrip serta fragmen batu nisan. Beberapa berasal dari pesantren atau Monassa yang sudah tidak aktif, dan masyarakat menyerahkan pengelolaannya kepada kami,” ujar Sidiq.
Meski banyak manuskrip dalam kondisi tidak utuh, masyarakat tetap memandangnya sebagai pusaka berharga. Saat ini, lembaga fokus pada tahap awal pelestarian manuskrip, seperti proses pembersihan dari jamur (fungigasi), pengontrolan suhu ruangan, dan penyimpanan di tempat minim cahaya.
Sidiq menambahkan bahwa pihaknya telah membuat katalog koleksi untuk mendokumentasikan data naskah yang ada.
Koleksi naskah penting yang dimiliki lembaga ini mencakup sekitar 18 manuskrip, di antaranya pustaka lak-lak berbahasa Batak, kitab-kitab hadits, Alfiyah Ibnu Malik, tafsir Al-Qur’an, kitab nahwu, serta mushaf-mushaf kuno. Beberapa telah diteliti usianya menggunakan metode penanggalan karbon, seperti Kitab Umdat al-Muhtajin, Sirat al-Mustaqim (1892), dan Surat al-Mustaqim (1680). Mayoritas naskah ditulis dalam aksara Pegon, Arab, dan Melayu.
Melihat pentingnya pelestarian, Sultanate Institute merencanakan proyek digitalisasi manuskrip pada tahun mendatang. Hal ini juga didorong oleh bertambahnya koleksi naskah dari periode Belanda dan Aceh abad ke-17.
“Kami bekerja sama dengan laboratorium di Selandia Baru untuk pengujian carbon dating,” ujarnya.
Tak hanya manuskrip, mahasiswa juga dikenalkan dengan berbagai artefak sejarah, seperti alat medis kuno, mata uang logam, relik parfum, relief kapal pesisir, tongkat khotbah berunsur iridium meteor, manik-manik, hingga keramik dari Dinasti Sung dan Yuan.
Salah satu artefak unik adalah pedang berlapis iridium yang konon hanya dimiliki oleh kalangan raja atau imam besar. Kunjungan ini diharapkan dapat memperkaya wawasan mahasiswa mengenai pentingnya pelestarian naskah dan artefak sebagai bagian dari warisan intelektual dan spiritual bangsa. (Febriyanti Tri Wahyuningtyas)
