BBGTK Jawa Tengah Gelar Sarasehan Guru Bahasa Indonesia dalam Semangat Sumpah Pemuda

BBGTK Jawa Tengah Gelar Sarasehan Guru Bahasa Indonesia dalam Semangat Sumpah Pemuda
Sarasehan Guru Bahasa Indonesia bertema “Sastra dan Bahasa sebagai Pilar Pendidikan dan Karakter. Selasa (28/10/25).
SHARE

PRABANGKARANEWS, Surakarta, 28 Oktober 2025 — Dalam semangat memperingati Hari Sumpah Pemuda, Balai Besar Guru dan Tenaga Kependidikan (BBGTK) Jawa Tengah menyelenggarakan Sarasehan Guru Bahasa Indonesia bertema “Sastra dan Bahasa sebagai Pilar Pendidikan dan Karakter.”

Kegiatan ini diikuti oleh seratus guru Bahasa Indonesia dari jenjang SMP dan SMA yang berasal dari wilayah Kota Surakarta, Karanganyar, Boyolali, dan Sukoharjo, serta dihadiri oleh para anggota MGMP Bahasa Indonesia.

Acara yang digelar di pendopo BBGTK ini dibuka dengan menyanyikan lagu Indonesia Raya, diikuti laporan kegiatan oleh Aulia Nur Huda yang berharap forum ini menjadi ajang refleksi sekaligus penguatan bagi para guru.

“Bahasa dan sastra bukan sekadar pelajaran di kelas, tetapi sarana pembentuk karakter generasi bangsa,” ujarnya.

Dalam sambutan pembuka, Kepala BBGTK Jawa Tengah, Darmandi, S.Pd., menegaskan bahwa momen Sumpah Pemuda harus menjadi pengingat pentingnya peran Bahasa Indonesia sebagai perekat bangsa.

“Saatnya kita memperkuat semangat berbahasa persatuan itu melalui dunia pendidikan,” pesannya.

Baca Juga  "Candi Pari" Peninggalan Klasik Hindu-Budha di Porong, Sidoharjo

Suasana sarasehan dikemas dalam format duduk melingkar, menciptakan ruang diskusi yang santai namun penuh makna. Dengan nada humor, Darmandi menyebut forum tersebut sebagai “ajang pertobatan guru”, karena sering kali pendidik terlalu menonjolkan salah satu aspek antara bahasa dan sastra.


Ia mengingatkan bahwa keduanya saling melengkapi dalam membentuk karakter melalui kata dan karya. Beberapa karya sastra klasik seperti Arjuna Wiwaha, Salah Asuhan, dan kisah-kisah kepahlawanan turut menjadi bahan perbincangan.

Sastra Sebagai Cermin Nilai Karakter

Pemateri pertama, Dr. Asep Yudha Wirajaya, S.S., M.A., dosen Sastra Indonesia dari UNS, membawakan materi bertajuk “Sastra sebagai Cermin Nilai Karakter: Membangun Insan Berkarakter melalui Kekayaan Khazanah Sastra.”

Ia menyoroti menurunnya kesantunan berbahasa di kalangan generasi muda dan maraknya konten digital yang abai terhadap etika.

“Sastra menyimpan nilai-nilai kearifan lokal yang dapat menuntun pada karakter luhur,” tegasnya.

Asep juga mendorong guru agar memanfaatkan teknologi digital dalam pembelajaran sastra, seperti digitalisasi naskah, film dokumenter, dan podcast. Ia mencontohkan pengangkatannya terhadap naskah kuno I La Galigo dan Serat Pustaka Raja Purwo ke medium visual bersama sutradara Garin Nugroho.

Baca Juga  Korem 081/DSJ Gelar Tasyakuran dan Doa Bersama Hari Juang TNI AD ke-75 dan HUT ke-72 Kodam V/Brawijaya

“Penyelamatan sastra bisa lewat banyak jalur, bahkan motif batik pun dapat terinspirasi dari iluminasi naskah kuno,” tambahnya.

Pembelajaran Bahasa yang Memuliakan

Sesi berikutnya diisi oleh Dr. Sutji Harijanti, S.Pd., M.Pd., Ketua MGMP Bahasa Indonesia Jawa Tengah, dengan materi “Menemukenali Pembelajaran Mendalam (Deep Learning) Bahasa Indonesia.”
Ia menekankan pentingnya hubungan saling menghargai antara guru dan siswa agar proses belajar menjadi bermakna.

“Ketika guru dan siswa saling memuliakan, maka pembelajaran pun akan memuliakan keduanya,” ujarnya.

Sutji mendorong penerapan pembelajaran kontekstual berbasis kearifan lokal serta pemanfaatan media digital untuk mendukung metode diferensiatif. Ia juga mengutip puisi Sapardi Djoko Damono, Hujan Bulan Juni, untuk menggambarkan kekuatan kata sederhana dalam menumbuhkan kepekaan karakter.

Diskusi Interaktif: Dari Cerita Horor hingga Batik Sastra

Sesi diskusi berlangsung hangat. Guru dari Sukoharjo menanyakan potensi cerita horor sebagai bahan ajar sastra. Asep menjawab bahwa genre tersebut dapat menjadi media literasi jika tetap memperhatikan etika dan norma.
Sementara Aprilia dari Solo bertanya tentang strategi mengajarkan teks hikayat agar menarik bagi siswa. Sutji menyarankan pendekatan kreatif seperti adaptasi drama, film, atau musikalisasi puisi.

Baca Juga  Memperin Paparkan Hambatan Industri 4.0, Keberlanjutan dan Bahan Baku

Pertanyaan lain datang dari Suparni asal Semarang mengenai pengalihwahanaan sastra ke bentuk seni seperti tari dan batik. Asep menilai kolaborasi lintas bidang sebagai sarana membangun karakter utuh melalui proses kreatif.

“Karakter tumbuh justru dari pengalaman berkarya,” katanya.

Acara yang berakhir pada pukul 12.20 WIB ditutup dengan pembacaan pantun dan pernyataan penutup dari narasumber. Suasana sarasehan diwarnai tawa, refleksi, serta semangat kebersamaan.

Para guru MGMP berharap kegiatan ini menjadi inspirasi agar bahasa dan sastra tidak hanya diajarkan sebagai pengetahuan, tetapi dihayati sebagai nilai luhur bangsa yang menanamkan karakter pada generasi muda.

Penulis: Abdullah Faqihuddin, Hanifah Rohadhotul Aisy