Pacitanian: Jejak Awal Peradaban Batu dan Manusia Purba di Punung

Pacitanian: Jejak Awal Peradaban Batu dan Manusia Purba di Punung
SHARE

PRABANGKARANEWS, PACITAN – Di balik tenangnya aliran Kali Baksoka di Kecamatan Punung, tersimpan kisah panjang tentang lahirnya kebudayaan batu paling awal di Indonesia. Sekitar sembilan dekade silam, tahun 1935, arkeolog asal Jerman von Koenigswald bersama M.W.F. Tweede menapaki dasar sungai ini dan menemukan lebih dari 2.000 alat batu paleolitik. Penemuan luar biasa itu membuka babak baru sejarah manusia purba di Nusantara.

Pada awalnya, Koenigswald menggolongkan temuan tersebut sebagai bagian dari tradisi Chellean, kebudayaan batu awal yang berkembang di Eropa. Namun, pandangan itu kemudian dikoreksi oleh Hallam L. Movius Jr. pada tahun 1948. Melalui penelitiannya, Movius menegaskan bahwa alat-alat batu dari Punung memiliki karakteristik khas Asia Timur, yang dikenal sebagai “Chopper–Chopping Tools Complex.”

Baca Juga  Presiden Joko Widodo; Kerja Keras Atasi Pandemi Selama 9 Bulan, Ekonomi Mulai Buahkan Hasil

Dari sinilah istilah Pacitanian lahir—sebuah nama yang kini menjadi ikon kebudayaan batu tertua di Indonesia dan Asia Tenggara. Tradisi Pacitanian mencerminkan kehidupan manusia purba yang hidup sederhana, berburu, dan mengumpulkan makanan menggunakan alat batu sebagai perpanjangan tangan mereka untuk bertahan hidup di alam.

Namun, kisah Pacitan tidak berhenti di situ. Di kawasan Desa Tabukan, Koenigswald juga menemukan fosil-fosil binatang vertebrata, antara lain gajah purba (Stegodon sp., Elephas namadicus), tapir, beruang, hingga berbagai jenis kera seperti Hylobates dan Syphalangus. Semua temuan tersebut tergolong Fauna Trinil, yang hidup pada Kala Pleistosen Tengah, sekitar ratusan ribu tahun yang lalu.

Jejak kehidupan manusia purba di Pacitan semakin kuat dengan ditemukannya rangka manusia purba yang dikenal dengan sebutan “Mbah Sayem” di situs Song Terus, Punung, Pacitan. Rangka ini berjenis kelamin laki-laki dan termasuk dalam ras Australomelanesid, penghuni awal kawasan karst Gunung Sewu.

Baca Juga  Presiden Joko Widodo Resmikan SPAM Umbulan, Pasuruan

Mbah Sayem ditemukan dalam posisi terlipat miring ke kanan, membelakangi dinding gua—suatu bentuk penguburan yang menunjukkan adanya kesadaran budaya dalam memperlakukan jasad manusia. Di sekitarnya, ditemukan pula berbagai alat batu, alat tulang, dan tengkorak wajah monyet (Trachypithecus auratus) yang menunjukkan bahwa kehidupan di masa itu sudah mengenal pemanfaatan lingkungan secara kompleks.

Hasil pertanggalan menunjukkan usia sekitar 8.500 tahun yang lalu, menandakan bahwa kawasan Punung telah dihuni manusia modern jauh sebelum peradaban pertanian berkembang di Nusantara.

Temuan alat batu di Kali Baksoka dan rangka manusia purba di Song Terus menjadikan Pacitan sebagai mosaik penting dalam sejarah evolusi manusia di Indonesia. Dari sungai hingga gua-gua karst, semua menyimpan cerita panjang tentang kemampuan manusia awal beradaptasi, berinovasi, dan membentuk kebudayaan.

Baca Juga  Bupati Pacitan Pelepasan Purna Tugas Kepala Satpol PP: Penghargaan atas Dedikasi 41 tahun Drs. Sanyoto, M.M

Kini, “Pacitanian” bukan sekadar istilah ilmiah, tetapi identitas budaya dan kebanggaan daerah. Dari tanah yang tenang di selatan Jawa Timur ini, dunia mengenal bahwa Pacitan bukan hanya melahirkan tokoh-tokoh besar bangsa, tetapi juga menyimpan jejak langkah pertama manusia di Nusantara. (Redaksi)