Kuucapkan Sayonara Senja Atas Nama Cinta dan Keluarga
Prabangkaranews.com – Reny Fitriyan-Padi-Tulakan-Pacitan
Pagi yang indah nan cerah, mentari muncul dengan kehangatannya. Menyapa kita semua untuk merasakan dan menghargai nikmat dari Sang Pencipta. Devi renungi setiap paginya, bersyukur atas segala nikmat yang sudah ia miliki. Devi adalah mahasiswi semester 3, di salah satu kampus ternama di kotanya. Devi adalah anak yang baik, ceria, dan mudah bergaul. Dia juga termasuk mahasiswi yang pandai.
Devi hanya tinggal bersama adik perempuannya, Rania atau biasa dipanggil Rani, Rani jauh berbeda dengan Devi. Rani cenderung pemalas, tapi soal penampilan jauh diatas Devi. Mereka sama-sama cantik, dan memiliki bola mata coklat yang indah, dan soal rambut justru Rani lebih memilih potongan pendek dan devi lebih menyukai rambut hitamnya terurai panjang. Rani baru menginjak kelas 2 SMA, yang arah sekolahnya sama dengan arah kampus Devi. Sedangkan kedua orangtuanya bekerja di luar negeri.
Karena terlalu cerahnya pagi ini, seperti biasa Rani selalu bangun terlambat. Tetapi dengan sabarnya, Devi selalu membangunnkanya. Ketika rani sudah bangun dan menuju kamar mandi, Devi lalu masuk menuju kamar Rani untuk membereskan kamar adiknya. Hal itu selalu terjadi hampir setiap pagi. Setelah membersihkan kamar Rani, Devi lalu menyiapkan sarapan. Merekapun selalu sarapan bersama setiap paginya.
Selesai sarapan, merekapun langsung bersiap-siap berangkat. Menaiki motor bebeknya, berboncengan bersama. Dengan sabar dan telatennya, Devi menjaga adiknya. “Karena orangtuanya sudah memberikan tanggung, “jawab Rani padanya.
Ketika perjalanan ke sekolah, tidak sengaja motor Devi terserempet pengemudi jalan yang lain hingga terjatuh. Lalu, ramailah seketika orang-orang mengerumuni mereka. Tetapi, tiba-tiba datanglah seorang pria gagah dan berkharisma, “Maafkaan saya bapak, ini biar saya saja yang urus.” ujar si pria. “Apa kalian baik-baik saja?” tanya si pria pada Devi dan Rani.
“Kami tidak apa-apa kok,” jawab Rani. “Maafkan saya ya, saya sedang buru-buru, motor kalian biarlah nanti saya bawa ke bengkel,” ujar si pria. “ Kami tidak apa-apa kok mas, motor kami juga baik-baik saja. Lain kali hati-hati ya, kami berangkat duluan,” jawab Devi sambil tersenyum. Si pria melambaikan tangan pada Devi dan Rani yang sudah melaju sekitar 100 meter dari tempat kejadian.
Dalam hati si pria berkata, “sungguh cantik gadis itu dan betapa baik hatinya, semoga suatu saat aku dapat berjumpa kembali dengan gadis itu”. “Ah sudahlah, hanya menghayal saja aku ini”, yang dimaksud pria itu adalah Devi.
Sesampainya di gerbang sekolah, Rani pun turun “hemmm kak, pria yang tadi itu tampan sekali ya dan gagah pula, ” sambil senyam senyum sendiri. Devipun hanya tertawa, “ya sudah kakak duluan, kamu belajar yang rajin”. Ranipun melambaikan tangan pada kakaknya.
Sepulang sekolah, selama perjalanan sampai ke rumah Rani masih saja membahas pria tadi. Hingga Devipun menjadi kesal, dia langsung menuju rumah dulu tanpa menunggu Rani. Setelah itu, merekapun makan siang bersama. Selama makan siang, mereka membahas mengenai liburan. “Gimana kalau hari minggu kita pergi ke Dlopo,” ajak Devi pada Rani.
“Dlopo? Dimana itu? Kok aku baru denger ya,” katanya tempatnya bagus loh, ada sunsetnya. “Jangan nyesel lo ya nanti,” ujar Devi pada Rani. ”Enggak bakalan nyesel kok, ” sambil berlalu meninggalkan meja makan tanpa membereskan dahulu piring bekas makannya. “Dasar Rani, ” ujar Devi dalam hati, sambil menggeleng-gelengkan kepala.
Tiba di hari minggu, suasana pagi itu serasa bersahabat dengan keinginan hati Devi. Kebetulan suasana hari itu sangat mendukung untuk rencana liburan Devi.
Pagi itu, Devi sudah bersiap-siap, namun ponselnya tiba-tiba berbunyi,” “Halo, Dev. “Kita berangkatnya sore sekalian ya, bisa biar lihat sunset, soalnya sekarang aku mau ke pasar dulu,” ujar nisa pada Devi dengan nada suara terbahak-bahak. “Oh, dasar kamu. Ya udah, nanti sore kamu aku jemput ya, ” OK !. ”Siap bos, udah dulu ya, Bye, ” sahut Nisa.
Lalu Devi membangunkan Rani dan mengajaknya sarapan. Devi mengajak Rani kembali untuk pergi ke Dlopo, namun Rani menolak. Belum sampai habis sarapannya, Rani kembali menuju kamarnya. “Tanpa diketahui Devi, sudah beberapa hari ini, Rani merasa tidak enak badan namun dia menyembunnyikannya, “karena tidak ingin Devi khawatir.
Sorepun tiba, Devi lalu berpamitan kepada sang adik. Devipun melaju dengan santainya, menikmati angin sore yang mengibaskan rambut hitamnya dan menuju rumah Nisa. Selesai menjemput Nisa, mereka lalu melanjutkan perjalanan mereka ke Dlopo. Setelah menempuh perjalanan selama dua jam, mereka tiba area Dlopo. Mereka lalu memakirkan kendaraan, dan memulai perjalanan menuju puncak Dlopo.
“Oh sungguh indah pemandangan disana, ” kota Tulakan terlihat jelas dari puncak Dlopo. Lalu lalang kendaraan bermotor dengan nyala lampu di rumah, ditambah suasana yang semakin gelap. Menambah indah pemandangan, di kala senja hampir menyapa. Devi dan Nisa duduk bersantai menikmati senja dlopo, senja yang indah memesona. Bak masa lampau yang terulang nyata, rasa syukur Devi atas indahnya panorama senja pada Sang Maha Kuasa.
Aku bukan pemuja senja, bukan juga pengejar panorama, tapi aku hanyalah penikmat keindahan semata. Aku tak punya kata-kata tuk menjelaskan ini semua, anggaplah keindahan ini merasuk lekat pada jiwa, rasakan bahwa aku adalah bagian dari seluruhnya. Oh senja, keindahanmu sungguh luar biasa. Maha besar Allah dengan segala ciptaanNya.
“Tiba-tiba seorang pria datang menghampiri mereka, membuyarkan segala lamunan dan khayalan devi, “Loh, mbak yang kemarin jatuh ya.
“Maafkan atas kejadian yang kemarin ya mbak,” ujar si pria pada Devi. “Oh, masnya yang kemarin itu ya,”sudahlah santai saja, lupakan. Setelah itu, merekapun berkenalan dan bertukar nomor telepon, ternyata pria itu bernama Reza. Reza juga seorang mahasiswa, sayangnya beda kampus dengan Devi dan Reza juga sudah menginjak semester 7.
Hati Reza pun semakin bergetar ketika mereka berjabat tangan. “Tak diduga, tak disangka entah darimana asalnya. Wahai senja, bak pemuja yang sudah teracun dunia. Melihat senyumnya saja, sudah menjadi indah rasanya. Ahh apakah aku jatuh cinta, tapi tidak mungkin, aku baru saja mengenalnya, ” kata Reza dalam hati sambil tersenyum-senyum sendiri.
Ketika malam semakin larut, devipun mengajak nisa untuk pulang. Dengan sigapnya reza langsung menawarkan untuk mengantar mereka pulang, namun sayangnya devi menolak. Devipun melaju pulang, reza melambaikan tangan sambil berteriak “hati-hati di jalan”. Hati reza serasa menari tak karuan. Suasana puncak yang sepi dalam balutan angin malam, menambah syahdu hati reza. Karena kebahagiaan senjanya, tak layak dirusak untuk alasan apapun juga. Rezapun akhirnya pulang, dengan menaiki motor tuanya mengelilingi sudut-sudut kota dibawah lampu jalan raya.
Sebelum pulang, Devi mengantar Nisa dulu. Sesampainya dirumah, Devi tidak mengetuk pintu namun langsung masuk kedalam rumah dan langsung menuju kamar Rani dulu. Dia buka pelan-pelan pintu kamar Rani, agar Rani tidak terjaga. Dia lihat Rani sudah tidur dengan lelapnya, lalu ia selimuti tubuh Rani agar tidak kedinginan. Dia mengelus-elus rambut adik keasayangannya dan mengecup keningnya. Lalu menutup kembali pintu kamarnya.
Selesai bersih-bersih, dan hendak berbaring di ranjang tiba-tiba ponselnya berdering dan ternyata dari Reza. Reza hanya mengirim pesan singkat pada devi dan menanyakan apakah devi sudah sampai rumah atau belum. Dengan baiknya, devi membalas pesan dari Reza dan begitulah seterusnya. Dan semenjak itulah, berawal dari senja hingga malam itu, semuanya menjadi satu. Satu harapan akan satu impian, bersatu menggapai angan, angan tuk mewujudkan sebuah harapan. Sejak itu, komunikasi mereka semakin rutin, dan merekapun semakin nyaman satu sama lain.
Reza dan Devipun berjanji untuk bertemu, mereka bertemu di tempat dimana mereka pertama berkenalan dahulu, di Dlopo tepatnya dikala senja menyapa kecanggungan mereka. Senja mereka saat itu sungguh indah, panorama yang sungguh menenteramkan jiwa. Berjalan beriringan berdua sembari bergandeng tangan, lalu duduk berdua di batu-batu dibawah pohon yang rindang. Rezapun duduk sembari memeluk Devi dengan mesranya, menatap dengan syahdu mata Devi dengan keindahan bola mata coklatnya, dan mengelus-elus rambut hitamnya. Kebersamaan mereka sungguhlah haru di senja itu ditambah angin senja yang sepoi-sepoi merajuk jiwa. Dan sejak itu pula mereka berjanji akan selalu bersama.
“Oh iya Dev, bolehkah kapan-kapan aku main kerumahmu. Aku ingin sekali berkenalan dengan adikmu yang waktu itu,” tanya Reza pada Devi. “Tentu saja boleh, “nanti aku kenalkan dengannya. Dia pasti senang bertemu denganmu. Lengkap sudah kebahagiaan mereka kala itu, indahnya senja menambah romantika cinta mereka berdua. Malampun semakin larut, membuat mereka harus segera berpisah walaupun hati begitu susah. Namun, apa daya mereka, ada Rani yang sudah menunggu Devi di rumah dan reza hanya bisa tersenyum untuk itu semua.
Sesampainya di rumah, Devi sudah tidak sabar ingin memberitahu hal tadi pada Rani. Namun, apa yang ia dapat, ia justru menemukan Rani tergeletak pingsan di ruang tengah. Devi sangat panik, dia menangis sejadi-jadinya, dia sungguh menyesal meninggalkan adiknya sendirian di rumah. Devipun akhirnya langsung membawa Rani kerumah sakit, sesampainya di rumah sakit sembari menunggu tindakan untuk Rani.
Devi masih saja menangis dan marah pada dirinya sendiri. Kenapa bisa meninggalkan adiknya sendirian di rumah, dan sampai terjadi hal seperti itu.
“Devipun langsung menghubungi kedua orangtuanya, “tetapi mereka tak menjawab. Akhirnya devi hanya mengirim pesan singkat, kalau rani pingsan dan sedang berada di rumah sakit. Semua hal yang awalnya akan menjadi bahagia, serasa tak berarti apa-apa. Bak kisah cinderela, kebahagiaannya hanya untuk satu malam saja. “Hanya saat Reza menghubunginya, Devi memberitahu kalau adiknya ada di rumah sakit , “sambil menangis tersedu-sedu.
Malam itu juga, reza langsung menyusul Devi ke rumah sakit. Dengan setia, Reza menemani dan menenangkan devi, dengan memberikannya pelukan hangat dan membuat Devi lebih tenang sedikit. Ia tatap pelan-pelan mata devi dan mengelap airmata di pipi Devi. Selang beberapa lama, dokter yang menangani rani datang. Dokter hanya mengatakan, masih akan dilakukan pemeriksaan lanjutan dan sekarang rani masih dalam keadaan koma. Devipun semakin menangis tak karuan, untungnya ada Reza yang mampu meluluhkan tangisannya.
Keesokan harinya, Reza berpamitan pulang karena harus kuliah. Selang berapa lama, Rani sadar. Rani bingung kenapa ada di rumah sakit, lalu Devi mengelus-elus rambut Rani. Dengan wajah pucat Rani hanya tersenyum dan tidur lelap kembali. Dokterpun datang, dan memberitahukan kalau sebenarnya Rani mengidap leukimia dan divonis mungkin hidupnya tidak akan lama lagi. Seketika hancur hati Devi, bagai pondasi yang sudah rapuh, hati devi semakin luluh lantah mendengar kabar ini. Devi shock, dia tidak menyangka adik yang kesayangannya kritis dan divonis hidupnya tidak lama lagi. Melihat wajah pucat adiknya, diapun menangis sejadi-jadinya.
Ketika rani bangun, dia bingung melihat kakaknya sedang menangis. Rani bertanya, “Tetapi Devi masih belum menjawab”. Lalu Rani meraih amplop coklat yang ada disampingnya dan membacanya, “ranipun terlihat sangat sedih dan air matanya mengucur dengan derasnya. Devi lalu memeluknya, dan ruangan itulah yang menjadi saksi bisu keheningan mereka berdua, kesedihan merekapun pecah tak terkira. Bak sudah jatuh tertimpa tangga pula. Namun, demi menghibur adiknya dengan berusaha tegar dan tak menampakkan kesedihannya .
Lalu Devi mengajak rani berjalan-jalan di taman rumah sakit agar Rani tidak suntuk dan sedih. Tiba di bangku taman, Devi meminta izin pada Rani untuk pergi ke toilet, dan menyuruhnya menunggu di bangku taman. Saat menunggu sang kakak, Rani melihat Reza dan langsung memanggilnya. Rezapun sontak kaget dan langsung menghampirinya. Reza ingat dan tahu betul kalau itu adik Devi, namun disengaja diam dengan maksud memberi kejutan Rani setelah Devi datang. Rani lalu mengajak Reza berkenalan, dan mengenang masa-masa saat reza menyerempet Devi dan Rani. Rani terlihat bahagia sekali bertemu dengan Reza, suasana yang awalnya haru biru menjadi rasa yang baru semenjak itu. Lalu Reza berpamitan sebentar untuk membeli air minum.
“Devipun datang dari toilet, “maaf ya, kamu lama menunggu. “Tapi roman-romannya kamu kelihatan seneng banget ya, ” ujar Devi pada Rani, iya dong. Coba kakak tebak aku tadi bertemu dengan siapa. “Siapa sih, kakak jadi penasaran. Kok bisa kamu sebahagia ini, ” tanya Devi pada Rani. “Nanti kakak bakalan tau, tunggu aja nanti juga balik sini lagi kok,” sambil tersenyum.
Rezapun datang, nah itu dia orangnya datang. ” Kenalin kak, ini namanya reza, orang yang menyerempet kita waktu itu, ” ujar rani. Devi ternganga dan kaget luar biasa, baru saja Reza akan berbicara namun Devi langsung menyela dan melambaikan tangan memberi kode agar Reza tak melanjutkan pembicaraannya, “Oh iya, kenalkan saya kakaknya Rani, Devi. Sambil menjabat tangan Reza. Rezapun bingung, hatinya hancur tak karuan dan penuh keraguan, gadis yang dicintainya bersikap acuh padanya bahkan di depan adiknya sendiri. Ingin marah rasanya, namun Reza berusaha untuk memendam itu semua.
Di samping itu, hati Devi bagai teriris-iris melihat ini semua. Air matanya pun hampir menetes di pipinya, namun ia buru-buru mengusapnya. Ia tak kuasa untuk menatap mata Rani dan Reza, ia hanya bisa tertunduk haru. Dan Reza hanya bisa memasang senyum getir melihat itu semua, apalagi ketika Rani telihat bahagia dan justru Devi terlihat sedih dan meneteskan air mata, berpura-pura bahagia demi adiknya.
Setelah itu, Devi mengantar Rani ke kamarnya untuk beristirahat. Tak lama kemudian, Devi kembali menemui Reza. Tangis Devipun pecah seketika, ketika menatap mata Reza, sorot matanya masih mengisyaratkan kebingungan yang mendalam. Untuk beberapa saat, mereka hanya saling memandang dengan penuh air mata.
“Lalu, Rezapun memeluk Devi, Reza bertanya pada Devi, “apa yang sudah terjadi, hingga kamu melakukan hal tadi. Tetapi Devi masih belum menjawab, dia masih menangis tersedu-sedu. “Setelah beberapa lama, Devi baru menjawabnya, “aku hanya tidak ingin menyakiti adikku, dia begitu bahagia ketika melihatmu. Dia menderita Leukimia dan divonis hidupnya tidak akan lama lagi. “Dia juga belum tahu kalau kau adalah kekasihku”, jawabnya. “Baiklah, aku mengerti, tapi tidak seharusnya kamu seperti ini, kamu hanya akan menyakiti kami semua. Apalagi ketika suatu saat dia tahu yang sebenarnya,” ujar Reza. “Yang penting sekarang dia bahagia dan tolong kamu jaga dia ya, demi aku,” jawab Rani dengan meneteskan air mata.
Siang mereka kali itu mendadak menjadi kelabu, mendung yang tak seharusnya datang justru menghujani mereka dengan kerasnya. Dan setelah itu, rezapun berpamitan untuk pulang.
Esoknya, Reza menjenguk rani di rumah sakit. Baru sampai di depan pintu, wajah Rani yang pucat menjadi berbinar-binar. Dengan bahagianya, Rani menyambut kedatanganReza dan memberitahukan kabar kepulangannya dari rumah sakit. Rezapun turut bahagia ketika mendengar hal tersebut, namun di sisi lain hatinya sedih ketika melihat Devi meneteskan air mata ketika melihat ini semua.
Sembari menunggu Devi menyiapkan barang yang akan dibawa pulang, dengan sabarnya Reza menghibur dan menemani Rani. Devi hanya bisa tersenyum menyaksikan itu semua tanpa bisa menguraikannya menjadi api cerita. Setelah selesai, merekapun pulang dan setelah sampai dirumah, Reza langsung mengantarkan Rani ke kamarnya untuk beristirahat. Setelah itu Reza langsung pamit pulang, Devi lalu menyusul Rani kekamarnya, dia melihat adiknya tertidur pulas.
Rani terlihat sangat bahagia sekali, bahkan wajah pucatnya tak menampakkan kesedihan akan penyakitnya.
Sejak itu, rani dan reza terus bersama. Di sisi lain, devi hanya bia meratapi kesedihannya dan hatinya semakin sesak dibuatnya. Tapi, baginya demi kebahagiaan sang adik ini bukanlah apa-apa. Hatinya justru akan lebih sakit, jika melihat sang adik menderita. Devi selalu berkeyakinan adiknya akan baik-baik saja selama ada reza, dan diapun selalu berusaha untuk tegar menghadapi ini semua, entah sampai kapan dan waktu yang tak terkira.
Hingga suatu ketika, saat Reza dan Devi bertemu di halaman belakang rumah, mereka kira kalau Rani sudah tidur. Mereka berdua menangis dan melepas kerinduan, mencurahkan segala rasa yang terbelenggu atas sandiwara dan kerancuan. Tanpa mereka ketahui, ternyata Rani tak sengaja melihat mereka. Rani menyaksikan semuanya, sekarang dia tahu bahwa ini semua hanyalah akal-akalan kakaknya saja. Hati Rani hancur, bahkan rasa marah dan bencinya pada sang kakak, “tak pernah sekuat ini. Ranipun langsung pergi, dan tanpa sengaja dia menabrak kursi “Gubrak”, bahkan suara kursi itu bak suara yang lebih besar dari gemuruhnya petir yang menggelegar. “Hingga suara itupun terdengar oleh Devi, sontak mereka sangat kaget. Hal yang mereka takutkan terjadi, setelah tahu kalau itu adiknya, Devi langsung mengejar Rani. “-manggil namanya yang disusul Reza.
“Beberapa langkah sebelum sampai ke kamarnya, Rani sudah tergeletak pingsan. Devipun panik, akhirnya mereka membawanya ke rumah sakit. Rani masih belum sadarkan diri, Devi semakin panik dan menangis sesenggukan. Tak lama kemudian, dokter keluar, ” Dokter mengatakan kalau Rani shock dan kritis. Seharusnya Devi tidak boleh membuatnya bersedih. Devi sangat menyesal akan ini semua, dia merasa gagal menjaga adiknya. Lalu dia masuk ke kamar rawat adiknya, dengan telatennya dia menunggui sang adik dan berharap sang adik kan segera terjaga, di temani Reza kekasihnya.
Ketika sudah larut malampun, devi masih saja terjaga ditemani reza. Kala itu, sebenarnya rani sudah sadar, tetapi rani pura-pura memejamkan matanya kembali. Rani pun meneteskan airmata, dia sangat bersedih dan pikirannya sungguh kacau. Setelah dia piki-pikir ternyata yang bersalah adalah dirinya. Dia merasa jahat sekali, karena telah merebut cinta kakaknya dan kakaknya dengan hati rela memberikan cintanya pada adik kesayangannya hanya karena menderita leukimia dan divonis hidupnya tidak lama.
Esoknya, tiba-tiba Rani sudah bersikap baik lagi dan mengajak kakaknya ke puncak Dlopo. Devi terheran-heran kenapa tiba-tiba adiknya ingin pergi kesana. “Ayolah kak, aku ingin sekali kesana. Sebelum aku pergi, aku ingin sekali melihat senja disana,” ujar Rani pada Devi. “Tapi kamu kan masih sakit dek, ya sudahlah kalau kamu memaksa. Kata dokter demi menyenangkan kamu, boleh kok, ” Tanpa diketahu devi, di sisi lain Rani juga mengajak Reza. Entah apa maksud dari ini semua.
Beberapa hari kemudian, ketika mereka benar-benar pergi ke Dlopo. Betapa bahagianya rani ketika disana, tak di sangka ternyata pemandangan di sana nikmat luar biasa. Suasana yang damai menenteramkan jiwa, menambah nikmat kenyamanan kita. Sedangkan, Devi hanya bersedih ketika di tempat itu, teringat akan hal-hal indah yang pernah terjadi. Demi sang adik, dia selalu menampakkan lengkung senyumnya. Namun, tak lama kemudian Reza datang. Devi kaget bukan kepalang.
“Akhirnya, kalian bertemu juga kan. Aku sadar kalian saling mencintai dan aku hanya menjadi jurang pemisah diantara kalian” ujar rani, “tidak dek, itu sudah lama. Sekarang kami sudah berteman, bahkan kalau kau ingin bersama Reza pasti aku akan sangat bahagia”. Hati adikku begitu baiknya melihat kami dan Reza berbahagia, Namun apa yang akan terjadi esok.
“Lalu Rani meraih tangan Reza dan Devi,” lalu menggandeng mereka. “Kalian harus bersama, kalian itu cocok sekali, aku akan sangat bahagia, ketika di akhir usiaku ini, aku bisa melihat kalian bersama,” dengan tersenyum bahagia, dan tiba-tiba secara perlahan mata Rani mulai terpejam, genggaman tangannya pun lepas. Ketika dipanggil-panggil namanya dan dibangunkan, Rani sudah tidak bergerak. Innalillahi wainalilahi Roji’unRani telah sowan kepada Allah SWT. Hanya ditemani kami berdua. Ayah ibu kami entah kemana. Hanya senja yang menjadi saksi bisu kehidupan kakak beradik. Terpisah dengan kematian.
Buang segala susah, kau bukan wanita rapuh, kau juga bukan wanita yang mudah menyerah, kau adalah wanita yang tangguh. Bangun Devi bangun, rasakan dan nikmati. Lepas segala bebanmu, enyahkan segala kesedihanmu. Lihat disana, siapa dia ? Gadis bermata coklat, berambut hitam pendek. Lihat dia sekali lagi, dia menatapmu, melemparkan senyum kepadamu bahkan dia melambaikan tangan kepadamu. Dia menunggu rangkulan tanganmu dia menunggumu. Cepat kejar dia, bangun, berjuanglah, jangan pernah menyerah.
Kejar terus jangan berhenti. Satu hentikan langkahmu saja, membuatnya semakin jauh dari yang seharusnya, bahkan dia semakin jauh, jauh, jauh sekali, dan sangat jauh. Dan sekarang apa ? kamu hanya bisa terjatuh, kamu hanya bisa menangis, berteriak memanggil-manggil terus namanya. Tapi, kamu sudah terlambat dia sudah jauh sekali bahkan bayangannya pun tak nampak sekalipun dalam matamu untuk selamanya. Dia sudah tiada, menghembuskan nafas terakhirnya di akhir senja yang penuh cerita. Bak sebuah drama romansa, yang melukiskan segala rasa menjadi api cerita yang luluh lantah dengan air mata.
Haru tangis merekapun pecah, kesedihan devi sungguh tak terkira. Adik kesayangannya sudah pergi untuk selamanya, meninggalkan dirinya dengan cara yang sungguh menusuk jiwa, matanya terpejam dengan satu lengkungan senyum di wajahnya. Dan disanalah saksi bisu atas rasa cinta kasih diantara mereka.
Siapa sangka, keinginannya pergi ke sana hanya untuk itu semua. Senja yang harusnya menjadi memori terindahnya justru membekaskan luka pada hati Devi dan Reza. Senja terakhir untuk kita, dan kuucapkan sayonara senja atas nama cinta dan keluarga. Rani