Prof. Dr. Andrik Purwasito, DEA; Negoisasi Jalan Tengah

Prof. Dr. Andrik Purwasito, DEA; Negoisasi Jalan Tengah
SHARE

PRABANGKARANEWS.COM || SURAKARTA – Prof. Dr. Andrik Purwasito, DEA, dalam wawancara dengan jurnalis Prabangkaranews, Omnibus law merupakan sebuah UU yang dibuat untuk menyasar isu besar yang ada di suatu negara. Undang-undang ini dimaksudkan untuk merampingkan regulasi dari segi jumlah, dan menyederhanakan peraturan agar lebih tepat sasaran. Jumat (9/10/2020).

“Secara keseluruhan, ada 11  point dalam Omnibus Law RUU Cipta Kerja, yaitu: Penyederhanaan perizinan tanah;  Persyaratan investasi;  Ketenagakerjaan;  Kemudahan dan perlindungan UMKM; Kemudahan berusaha Dukungan riset dan inovasi;  Administrasi pemerintahan;  Pengenaan sanksi; Pengendalian lahan; Kemudahan proyek  pemerintah;  Kawasan Ekonomi Khusus (KEK), ” jelas Andrik Purwasito lulusan S1 UGM, S2 di University Ecole des Hautes Etudes en Science Sociales dan S3 University  Ecole des Hautes Etudes en Science Sociales Perancis.

Profesor Andrik Purwasito Guru Besar UNS Surakarta, menyebutkan bahwa Omnibus Law merupakan undang-undang “sapu jagad” agar Indonesia cepat laju ekonomi dan pembangunannya. Undang-undang Cipta Kerja tersebut berusaha meng-compact-kan banyak undang-undang dalam satu paket (Bis Besar), yang tampak menonjol adalah mempermudah investasi dari luar negeri secara besar-besaran, yang diasumsikan oleh Pemerintah dapat membuka peluang kerja sebesar-besarnya bagi masyarakat.

Baca Juga  Pesawat C-130J Super Hercules TNI AU, Pesanan Kedua Tiba di Tanah Air

Mengapa kenyataannya Undang-undang Omnibus Law ini ditolak oleh publik, sebab menurut Andrik adanya, publik khawatir bahwa Omnibus Law menguntungkan para pemilik modal asing, dan para kongglomerat.

Andrik menyebutkan bahwa ekonomi kerakyatan, yang terus diuji dan diimplementasikan di Indonesia, merupakan amanah dari  Pancasila dan UUD 1945.  Sehingga semangat lahirnya Undang-Undang Cipta Kerja wajib mengimplementasikan amanah tersebut. Terutama semangat keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia serta ekonomi yang berkemanusiaan yang adil dan beradab. Amanah dari undang-undang dasar 1945 bahwa bumi, langit dan seisinya di kuasai oleh negara dan digunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat.

Masyarakat adil dan makmur adalah cita-cita bangsa Indonesia yang mulia, yang tidak hanya dalam perspektif ekonomi, tetapi juga perspektif spiritual. Oleh sebab itu, perubahan yang terjadi pada Undang-Undang Omnibus Law, lebih mengutamakan aspek ekonomi dibandingkan aspek spiritual. Maka jelas, respon reaktif masyarakat tidak lain disebabkan oleh kealpaan dari UU tersebut dalam memuat aspek spiritualitas.

Bagaimanapun juga, Indonesia telah dianggap sebagai aktor potensial untuk menjadi negara raksasa. Sehingga, fondasi untuk membangun kekuatan ekonomi dunia, dibutuhkan sebuah desain yang lebih lincah. Hal tersebut, didesain melalui Omni Bus Law yang kontroversial itu. Publik merasa bahwa kepetingan ekonomi raksasa yang banyak diuntungkan, dan kepentingan tenaga kerja dipangkas dan dikurangi, bahkan diposisikan sebagai alat produksi, seperti mesin. Dalam ekonomi internasional, Indonesia belum mampu meningkatkan daya saing di Pasar Global, sehingga Omnibus Law memprioritaskan UKM untuk pengembangan diri melalui regulasi yang lebih kompak.

Baca Juga  Direktur P3S Jerry Massie; Zaki Iskandar Layak Jabat Gubernur DKI Jakarta

Omnibus Law, menurut Andrik seperti “lonceng kematian” bagi ekonomi Pancasila. Terbukti bunyi lonceng tersebut disaambut dengan demonstrasi di berbagai kota. Mereka, sebagai rakyat harus tetap sebagai subyek pembangunan. Rakyat masih membutuhkan fasilitasi Negara agar terus bertahan di berbagai masa-masa sulit ke depan. Rakyat akan mendukung ekonomi yang berorientasi pada modal (investasi) dengan tetap mengedepankan kepentingan kaum pekerja.  Publik yang melakukan demo penolakan menilai, Omnibus Law adalah produk undang-undang yang lebih mementingkan pada investasi tetapi mengurangi hak dari tenaga kerja.

Wajar mereka kawatir dan cemas akan keamanan mata pencaharian hidupnya. Mereka menuntut prinsip keadilan, kemakmuran dan perlindungan serta pembelaan terhadap kaum pekerja. Publik pasti tidak menolak investasi apabila perlindungan dan jaminan hidup yang lebih baik bagi masyarakat Indonesia ditingkatkan secara bersama sama. Buruh, petani, peternak, nelayan, maupun mereka yang mengabdi kepada negara sebagai dosen, guru, polisi, militer, dokter, perawat dan yang lainnya, semua membutuhkan perlindungan dan pembelaan dari Negara.

Baca Juga  Menteri Keuangan Sri Mulyani; Akan Tambah Dana Otonomi Khusus Papua

“Mudah-mudahan dengan reaksi keras dari masyarakat terhadap omnibus Law, Pemerintah menanggapi secara bijak, demi keberlangsungan pembangunan Indonesia. Negosiasi yang bijak antara Rakyat, Pemerintah dan DPR haruslah diambil jalan tengah, dengan win win solution, keputusan yang memuaskan semua pihak, “ pungkas Andrik Purwasito.

Win-win solution yang disampaikan Andrik Purwasito, yaitu dengan melakukan dialog dengan pemerintah untuk dikeluarkan PP dan Perpres untuk pelaksanaan Undang-Undang Cipta Kerja.  Bagi yang tidak puas  melalui uji materi atau judical review melalui MK (Mahkamah Konstitusi).  Hal ini mengacu pada Sistem Ketatanegaraan Indonesia, ” pungkas Guru Besar UNS dengan gaya khasnya di Galery Wong Alit .