Gemerlap Bintang Sirius, Intan Ulfyana Puspitasari

Gemerlap Bintang Sirius, Intan Ulfyana Puspitasari
SHARE

GEMERLAP BINTANG SIRIUS

Intan Ulfyana Puspitasari

Di suatu pagi, mentari mulai muncul tampak malu-malu dari balik awan. Langit cerah dengan pancaran gradasi warna memanjakan mata akan keindahan alam. Dingin ini mampu memelukku erat hingga terasa jelas hangat dalam kalbu. Kicauan burung menjadi pelengkap indahnya pagi.

Namaku Senja, aku begitu menyukai bintang di langit biru di kala malam hari. Aku hanyalah anak dari kampung yang memiliki banyak mimpi dan cita-cita yang menurut orang itu mustahil. Cita-citaku menjadi orang sukses dengan ekspestasi sekian persen dari kenyataan yang ku alami saat ini. Aku terlahir dari keluarga yang begitu sederhana dan jauh dari kata mewah. Kalian semua pasti tahu bagaimana rasanya hidup dengan serba kekurangan fasilitas.

Kampung yang ku tempati sebenarnya berada di kota besar, kota yang mendapat julukan penghasil tembakau terbesar. Iya, itu kota untuk julukan Jember bukan hanya penghasil tembakau terbesar namun Jember menjadi Kota Fashion yang mampu mengalahkan Yogyakarta dan Bandung. Jember sendiri juga mampu membawa nama Indonesia menjadi negara fashion nomor 3 sedunia.

Dari sekian orang yang hidup di kampung ku, aku salah satu yang sering di hina karena mimpiku yang terlalu tinggi seperti langit yang tak bisa digapai dengan tangan. Tapi, aku tak pernah putus asa dengan segala keterbatasan dan kekurangan ku. Aku percaya kesuksesan bukan datang untuk orang kaya yang hanya duduk berdiam diri tapi, kesuksesan datang pada orang-orang yang mau berjuang keras untuk meraih semua mimpi dan keinginan agar bisa terwujud.

Setiap malam ku selalu memandang ke langit luas yang membentang dengan bintang-bintang yang menghiasi langit malam, terasa indah malam dengan bintang-bintang yang bertaburan dan rembulan di dekatnya. Terasa hambar malam tanpa bintang dan rembulan di kala mendung.

Kebiasaan ku selalu menghitung bintang dan membentuk sebuah huruf yang ku anggap huruf itu sebagai kunci apa yang harus aku lakukan di esok pagi. Terdengar konyol namun semua itu membuat hati ku lebih tenang dan percaya bahwa mimpi-mimpi ku dapat tergapai seperti tingginya langit yang membentang luas.

Hari ini adalah hari terakhir ku menjalani pengobatan, jujur aku takut jika apa yang ku jalani sia-sia tanpa hasil. Aku merasa bingung entah apa yang harus ku perbuat di ruangan itu, rasa cemas bahkan panik campur aduk menjadi satu menunggu hasil pemeriksaan terakhir. Selama ini aku percaya mampu melewati rasa sakit yang begitu menyakitkan karena aku tak ingin terhenti di pertengahan jalan perjuanganku untuk keseksesanku.

Meskipun aku anak dari keluarga sederhana namun semangatku tak pernah padam selalu berfikir positif. Seketika ku bangun dengan semangat yang berapi-api yakin bisa lewati semua ini karena tidak ada kata tidak mungkin selagi kita mau berusaha.

Semua orang bertanya-tanya apa penyakit yang menyerang tubuhku. Sampai-sampai aku rajin ke rumah sakit hampir setiap minggu sekali. Terdengar wow, aku yang hanya anak dari keluarga sederhana mampu keluar masuk rumah sakit terbaik di Jember. Semua hinaan dan cercaan mulai terdengar di setiap sudut penjuru desa.

Tapi aku tenang-tenang saja sebab biaya pengobatan berasal dari  BPJS. Dan  beberapa keluarga ku yang mau membantu membiayai pengobatan selama ini.

Penyakit yang menyerang tubuhku sejak lama yaitu kanker payudara. Penyakit yang perlahan-lahan menggrogoti tubuhku, tubuh ini semakin kurus kering tak berdaya. Hanya obat yang selalu menemaniku di setiap saat, menghilangjkan rasa nyeri maupun sakit yang mendalam walau hanya sekejap saja. Semua tak membuatku putus asa karena keadaan itu. Semangat itu masih tetap terjaga seperti indahnya bintang di langit malam.

Iya sembari menunggu hasil pemeriksaan terakhir, ada seorang perawat yang menghampiriku dan berkata, “Aku kagum dengan semangat mu dek, tidak pernah mengeluh dan menyerah demi sebuah mimpi.”

Kamu selalu mengatakan mimpiku seperti bintang di langit yang terlihat indah dipandang meskipun dari kejauhan pada saat malam. Mengajarkan arti keikhlasan dari sakit bahkan tak pernah mengeluh menjalani semua ini, di usia mu yang masih remaja kamu bener-bener kuat dengan penyakit yang teramat berbahaya ini”.

Ahhh jangan terlalu berlebihan kakak perawat mengatakan semua itu, aku jadi malu padahal aku juga tidak seperti itu kenapa harus di lebih-lebihkan kak. Aku hanya menjalani sekenario yang sudah Tuhan tulis untuk ku, karena aku percaya akan indah suatu saat nanti jika aku mau berjuang dengan sungguh-sungguh.

Aku satu dari sekian juta manusia yang mengejar mimpi dan cita-cita yang ku gantungkan di langit luas ibarat bintang. Meskipun bintang itu tak begitu terang namun memiliki daya tarik tersendiri di hati manusia hingga kita menyukai nya.

Setelah cukup lama aku menunggu dokter pun menghampiriku dengan raut wajah yang begitu riang gembira dengan saenyuman yang begitu mempesona. Dia mengatakan jika aku berhasil memenangkan ujian yang selama ini ku jalani. Cukup membuat para dokter dan perawat kagum bahkan takjub gadis seusia ku mampu menjalani penyakit yang ganas dengan kurun waktu cukup lama hingga sekarang berhasil sembuh.

Namun, aku tidak boleh terlalu bergembira sebab masih ada satu persen dari penyakit yang perlu ku perangi tanpa bantuan orang lain. Iya cukup sulit sebab aku harus bisa menjaga makan sesuai ketentuan, istirahat yang cukup serta keadaan lingkungan yang harus steril.

Mendengar pernyataan itu, rasanya bahagia ku tiada bandingannya tak lupa ku ucapkan syukur terhadap Tuhan Sang Maha Pencipta Alam Semesta. Seketika ku menangis bahagia apa yang selama ini ku perjuangkan ada hasilnya.

Tuhan pun menjawab semua doa’a-doa’ ku setelah sekian lama menempuh perjalanan panjang. Kado terindah yang ku dapat di hari yang spesial membuat ku semakin bersemangat meneruskan perjuangan untuk mewujudkan semua mimpi-mimpiku yang ku gantungkan di langit.

Malam pun telah tiba, ku melihat bintang yang indah di langit malam. Menghitung satu persatu bintang di langit merupakan kebiasaan ku sejak  kecil. Satu bintang satu doa’a yang ku ucapkan, ku lakukan sampai saat ini karena ku percaya bisa mencapai semua mimpi-mimpiku setinggi bintang-bintang di langit lama.

Ternyata, benar Tuhan memang menjawab do’a-do’a ku. Setelah kabar sembuhku, malam itu ku mendapatkan kabar jika beasiswa yang ku ajukan lolos hingga ku bisa melajutkan kuliah ke Jakarta. Sadih rasanya meninggalkan ibu bapak di kampung tanpa ada sanak saudara yang menemani. Tak ada pilihan aku harus tetap berangkat besok lusa membuktikan kepada orang-orang yang telah menghina dan meremehkan ku jika aku mampu sukses dengan cara ku sendiri tanpa ada bantuan orang lain.

Baca Juga  Pasukan TNI-Polri; Berhasil Tembak Mati Leswin Waker, Komandan Pasukan Kelompok Teroris OPM

Tak disangka pengorbanan dan perjuangan meninggalkan ibu bapak di kampung bisa membawa kesuksesan seperti ini. Aku yang hanya anak kampung sekarang bisa kuliah di Universitas terbaik di Jakarta.

Aku percaya bahwa ‘kesuksesan berasal dari diri sendiri’ dan ingat satu pepatah mengatakan ‘gapailah cita-citamu setinggi bintang di langit’

Hari ini adalah hari yang benar-benar ku tunggu. Ya, dimana hasil perjuangan selama dua semester akan segera di berikan. Bagaimana aku tidak berdebar-debar, ini semua sudah ku tunggu sejak awal pertama masuk kuliah. Sekarang waktu yang ku tunggu ada di depan mata ku, hitungan menit semua akan terjawab.

Amplop putih ini yang menjadi penentu langkah selanjutnya yang mampu menjawab semua hinaan dan cacian orang-orang di sekitarku. Wow hasil yang cukup baik mendekati kata sempurna yang ku dapatkan 3,95 nilai yang tertinggi diantara teman-teman sekelas ku.

Keesokan hari ku pulang ke kampung menengok bapak ibu sembari memperlihatkan hasil IPK ku. Senyum bahagia yang ku dapati saat mereka melihat isi amplop itu. Tak henti-hentinya mereka mengucapkan selamat dan memelukku erat-erat.Perasaan ini lega mampu membuat bangga mereka meskipun masih satu langgah perjalanan.

Orang-orang yang meremehkan ku, mereka pada keheranan bagaimana aku bisa seperti ini. Pertanyaan pun mulai keluar satu persatu “kok bisa kamu masuk di Universitas Indonesia dapat IPK terbaik pula” aku hanya tersenyum mendengar perkataan mereka.

Di ujung sudut ku dengar suara yang memanggil namaku, senja memang anak pintar pantas dia mendapatkan beasiswa ke universitas itu. Selain pintar senja juga tidak pantang menyerah dia selalu berusaha mewujudkan mimpi-mimpi yang dia gantungkan di langit malam. Saya saja kagum anak seusia segini memiliki pemikiran yang jauh lebih dewasa dari pada usianya, ujar pak lurah.

Senja selain gadis yang periang juga gadis yang pantang menyerah. Apalagi untuk soal mimpi-mimpinya dia selalu gigih bagaimana caranya untuk bisa mewujudkan semua mimpi itu. Dia selalu berdo’a dengan menghitung bintang-bintang di langit malam, satu bintang satu cita-cita satu harapan.

Tak pernah terlewatkan rutinitas itu untuk setiap malamnya, tak perduli dia sibuk atau tidak selalu menyempatkan waktu untuk melihat bintang di langit malam. Saya yang hanya melihat saja bangga dan kagum dengan dia, andai saya memiliki putri seperti senja, ujar istri pak lurah.

Alah senja itu pasti bukan anak baik-baik! Coba kalian pikir keluarganya di sini gak ada tapi kok bisa membayar tagihan rumah sakit? Kuliah di Universitas Indonesia? Kalian tau kan orang tuanya hanya seperti itu, pekerjaannya saja hanya buruh kok bisa sampai mencukupi semua itu? Saya sudah lama bersebelahan rumah tapi, tak pernah mengetahui pekerjaan orang tua nya berubah? Coba di pikirkan baik-baik dengan upah sgbitu apa ya cukup? Jelas pasti Senja bukan anak baik-baik, ujar bu Siti

Sudah cukup bapak dan ibu yang berpikiran negative dengan saya! Saya memang bukan dari keluarga kaya dan juga bukan dari keluarga berpendidikan tapi saya bukan gadis rendehan yang menjual harga diri saya demi cita-cita yang saya perjuangkan! Kedua orang tua saya mendidik saya menjadi anak yang berbudi pekerti baik, tau mana yang baik dan tidak. Kalian semua silahkan hina saya tapi tidak untuk kedua orang tua ku!

“Ucapan Senja yang seperti itu membuat para tetangga yang nyinyir pergi dari halaman rumahnya. Pak Lurah pun juga berkata kepada warga nya “kenapa kalian itu ikut campur keluarga Senja? Senja ini ank baik-baik saya itu tau semua tentang Senja dari kecil hingga saat sekarang ini. Sudah sana kalian cepat pergi dari sini jangan hanya buat kesuruhan dengan ucapan-ucapan yang tak sesuai, “terimakasih Bapak sudah membela saya dan keluarga, entah saya sendiri juga bingung kalau tidak ada bapak tadi.

Bukan soal apa-apa saya hanya kasian jika kedua orang tua saya mendengar kata-kata itu”. Sudah menjadi tanggung jawab saya sebagai lurah mengayomi warganya, jangan sampai ada kerusuhan antar warga seperti barusan”.

Hari-hari ku menjadi lebih menantang lagi setelah kejadian itu, aku berjanji tak akan pulang ke kampung jika belum sukses. Sedikit cemas bahkan khawatir kedua orang tua ku setelah mendengarkan perkataanku tapi, semua harus ku jalani demi membuktikan hinaan itu. Dengan berat hati akhirnya bapak ibu mengijinkan aku untuk berangkat ke Jakarta lagi meskipun liburan belum usia.

Iya semenjak sampai di Jakarta aku semakin gigih untuk mewujudkan cita-cita itu. Malam pun datang, ku pandangi langit diam-diam, tampak murung langit malam tak ada gemerlap bintang yang menghiasi sang malam. Teramat piluh melihat langit ingin ku teriak sekencang mungkin,, bintang.. bintang munculah malam ini! Aku rindu tatapan sinar mu, aku ingin bercerita kepadamu, aku ingin mengeluarkan keluh kesalku. Seketika hujan pun turun, aku masih berada dibawah langit malam memejamkan mata berharap hujan terhenti dan muncullah bintang.

Keesokan hari perkuliahan mulai masuk, dengan hati yang bersemangat ku berangkat ke kampus. Ku jalani semua rutinitas seperti biasanya, organisasi ku ikuti agar menambah wawasan dan relasi tapi itu semua tidak membuatku melupakan kewajiban utama ku untuk kuliah. Kegiatan ataupun seminar sering ku ikuti demi menambah wawasan lebih luas lagi. Iya aku anak Bahasa secara otomasi ku mempelajari Bahasa lebih meluas lagi. Aku mengabil jurusan Bahasa Indonesia karena ingin menjadi orang guru.

Bahasa Indonesia sebagai bahasa  nasional.  Namun, masih banyak sekali masyarakat Indonesia yang tidak bisa berbahasa Indonesia dengan baik dan benar. Bukan hanya masyarakatnya tapi generasi penerus bangsa sendiri juga tidak mampu berbahasa Indonesia dengan baik. Mereka semua masih terpacu menggunakan Bahasa sehari-hari atau Bahasa daerah masing-masing. Itu yang menjadikan alasan utama untuk ku mengambil jurusan ini.

Wisuda hampir di depan mata, rasanya ingin ku pulang ke kampung halaman dan membawa kedua orang tuaku ke Jakarta menyaksikan wisuda ku dengan mengenakan toga yang selama ini mereka cita-citakan. Namun, sebelum pulang kampung, ku berkunjung ke daerah Magetan tepatnya di rumah nenek ku.

Di sana daerah yang cukup pelosok, jauh dari kota dan keramaian. Mungkin itu yang membuat mereka sering ketinggalan informasi. Sembari menikmati udara dingin di lereng gunung lawu, ku berkunjung ke beberapa sekolah. Cukup kaget dan bingung di sana masih banyak orang yang tidak bisa berbahasa Indonesia.

Banyak sekali adik-adik yang tidak bisa berbahasa Indonesia, mereka mengatakan sudah terbiasa menggunakan Bahasa daerah sehingga untuk mengucapkan Bahasa Indonesia itu sulit karena tidak terbiasa. Mereka mengganggap pelajaran Bahasa Indonesia itu mudah namun untuk mempraktekan mereka tidak bisa.

Baca Juga  Kolaborasi Pelestarian Kertas Daluang: Diskusi antara Mbak Indah, Mr. Chris Kim, dan Faris Wibisono

Tidak hanya satu atau dua anak namun ada beberapa sekolah yang memang anak-anaknya tidak bisa berbicara Bahasa Indonesia. Miris hati ini mendengar ucapan mereka, mereka adalah penerus generasi bangsa tapi, malah tidak bisa berbahasa Indonesia dengan baik. Mendengar itu, aku memutuskan untuk tinggal beberapa hari di rumah nenek sebelum menjemput kedua orang tua ku ke Jakarta untuk menyaksikan wisudaku.

Pagi itu, ku nikmati keindahan alam di lereng gunung lawu, ku telusuri jalan setapak mengikuti gerak langkah kaki ini. Ku lihat ada segerombolan adik-adik yang bermain, perlahan-lahan ku coba dekati mereka dan mengajak untuk bermain Bersama-sama. Ada beberapa dari mereka yang bisa berbahasa tapi ada juga yang tidsak bisa berbicara Bahasa Indonesia.

Ku bertanya “adik kenapa tidak bisa berbicara dengan Bahasa Indonesia” dengan jeletus polosnya mereka menjawab “kita tidak terbiasa dan memang disini tidak ada yang berbicara Bahasa Indonesia”. Ohhh kalian mau kakak ajari agar bisa berbicara Bahasa Indonesia dengan baik? Kalian tidak perlu membayar, ini semua gratis kok. Jika adik-adik mau sambal bermain di taman kita belaj ar.

“Gratis kak? Iya iya kita mau kak, tapi kita kan tidak ada yang bawa buku kak. Trus bagaimana kita bisa belajar”. Tenang ya belajar tidak harus dengan menulis dan belajar juga tidak harus dengan buku tapi, tanpa kalian sadari sebenarnya kalian sudah belajar dari diri sendiri dan lingkungan sekitar sejak kalian kecil. Hanya saja kalian sudah terbiasa menggunakan Bahasa sehari-hari dan mungkin saja kalian tidak pernah menggunakan Bahasa Indonesia terkecuali waktu pelajaran Bahasa Indonesia. “hehehe iya benar kak kita berbicara Bahasa Indonesia ketika pelajaran saja”

Iya kita mulai belajar dari alam sekitar. Disini banyak tumbuhan yang hidup, sekarang tugas kalian sebutkan nama tumbuhan itu dengan Bahasa Indonesia. Tidak hanay tumbuhan saja tapi apapun yang ada di sekitas sini kalian sebutkan satu persatu dengan Bahasa Indonesia ya!! “iya siap kak tapi kalau salah nanti betulkan ya” terdengan ucap polos dari arah belakang. Tenang kan tadi kakak sudah bilang mau mengajari kalian agar bisa berbahasa dengan baik dan benar.

Terlihat senang dan antusias adik-adik di sana, tidak hanya bermain tapi juga belajar berbicara Bahasa Indonesia. Aku pun juga meresa senang bisa mengamalkan ilmu ku terhadap mereka. Tanpa terasa mentari menjulang tinggi di atas kepala, membuat kita segera pergi berteduh menjadi tempat yang rindang tanpa sengatan mentari. Sambil istirahat ku coba bertanya kepada adik-adik “bagaimana seru tidak bermain sambal belajar? Kalian udah mulai mengenal alam sekitar dengan Bahasa Indonesia kan?”.

Celetus polos dari Dina pun muncul “iya kak seru banget, aku sekarang sedikit bisa berbicara Bahasa Indonesia ahh mulai sekarang pakai bahasa indonesia kalau aku bicara biar kayak orang kota”

Dina dina kamu ini ada-ada saja, tapi kakak salut sama kalian dengan sekejam sudah paham dan bisa. Teruskan ya jangan sampai kalian terhenti di sini! Kalian harus bisa berbicara dengan Bahasa Indonesia dengan baik karena kalian itu generasi penerus bangsa. Jika kalian tidak bisa berbahasa Indonesia maka sangat mudah untuk kalian di bohongi oleh orang di luaran sana. Kalian harus tetap semangat mewujudkan cita-cita kalian! Jangan pernah putus asa ketika kalian gagal dan terjatuh tapi kalian harus bangkit dan membuktikan kepada orang-orang di luaran sana yang meremehkan kalian bahwa kalian itu bisa mewujudkan cita-cita kalian.  Semangat terus buat adik-adik ku tersayang.

“Gilang suka sama apa yang kakak ajarkan, Gilang mau seperti kakak. Kan ku jadikan kakak sebagai panutan terbaik ku, menjadi pengingat di kala Gilang terjatuh. Pokok Gilang siap mewujudkan mimpi-mimpi dan harapanku. Apalagi kata kakak cita-cita itu harus setinggi langit dan seluas Samudra. Gagal bangkit dan mencoba sampai bisa, iya to kak?”

Gilang kamu ini iya ada-ada saja, tapi apa yang di ucapkan Gilang benar dek jika gagal harus bangkit dan mencoba lagi sampai bisa. Seluas langit dan Samudra yang terbentang, seluas itu juga wawasan kalian! Setinggi langit cita-cita kalain jangan hanya bermimpi setinggi pohon kelor saja! Pokok suatu saat jika kakak ke sini lagi kalian harus bisa lebih baik dari ini. Okkk adik-adik yang cantik dan ganteng-ganteng siap berjuang kan”

“Iya siap laksanakan kak Senja” ujar Dian. Ya sudah ayo kita pulang hari sudah mulai sore! Jangan lupa segera mandi sampai rumah trus makan ya. Sekalian kakak pamit lusa mau pulang ke Jember menjemput kedua orang tua untuk menyaksikan kakak Wisuda. Doa kan ya semoga lancar dan bisa membuat bangga kedua orang tua kakak. Jika mau main dan belajar, besok kakak masih punya waktu senggang untuk pagi jika mau kalian ke rumah nenek kakak. “Ok siap pasti besok kita ke rumah nenek kakak” suara adik-adik dengan kompak nan lantang membuat ku tambah senang.

Lusa ku pulang ke kampung halaman menjemput bapak ibu untuk menyaksikan ku wisuda. Sudah banyak perubahan setelah sekian lama ku tak pulang ke kampung halaman, baik dari lingkungan sekitar maupun tetangga-tetangga yang suka menghina. Sedikit heran kenapa ada perubahan tapi, sudahlah ku abaikan tidak penting, kan niat ku pulang hanya menjemput bapak ibu untuk   menyaksikan wisuda ku. Melihat kedatangan ku bapak ibu terlihat senang sekali, mereka melepaskan rindu dengan memelukku erat-erat dan enggan untuk melepaskannya.

Kecupan hangat yang ku dapatkan dari ibu kan selalu membekas indah dalam jiwa ini. Selalu terngiang-iang setiap kata yang mereka nasehatkan untukku, hingga ku bisa sampai seperti ini. Tak pernah sedikitpun niatan mengecewakan mereka, seperti bintang di langit malam akan selalu terlihat meskipun jauh berkilo-kilo meter dari pandangan mata.

Ibu mendengar semua itu terlihat meneteskan air mata. Seketika tangis haru nan bahagia antara bapak dan ibu. Mereka bersyukur apa yang mereka ajarkan di patuhi dan diingat selalu, bukan hanya menjadi nasehat semata yang masuk telinga kanan keluar telinga kiri. Namun juga dibuktikan jika semua cita-cita itu mampu dia raih jika benar-benar berusahan dan berjuang.

Tidak ada kata tidak mungkin selagi kita mau berusaha dan berusaha. Itu yang selalu menjadi penyemangatku, aku tak ingin jika membuat mereka menangis kecewa karena kegagalan ku sebab ku ingin membuat mereka tersenyum bahagia dengan cita-cita ku terwujud. Selain itu membuktikan juga terhadap orang-oarang yang selalu menghinan dan mencaci maki ku.

Baca Juga  Status Anak Gunung Krakatau Siaga, Kabidhumas Polda Banten Himbau Masyarakat Waspada Bencana

Bapak ibu selama ini tidak pernah menginjak kan kaki di Jakarta meskipun aku sudah lama disana, maklum kita bukan keluarga yang berada. Untuk pergi ke Jakarta juga perlu biaya yang cukup banyak, perlu cukup uang yang tidak sedikit karena sekarang apa-apa itu mahal, selain itu aku sendiri juga tak mengijinkan bapak ibu ke Jakarta. Biarkan aku di sini hidup mandiri dan tau bagaimana kerasnya hidup di kota orang.

Mereka tidak pernah sekalipun menemaniku menuntut ilmu seperti teman-teman ku yang lain. Tapi, aku tak pernah berkecil hati ataupun bersedih asal ada doa dari mereka bagiku sudah lebih dari kata cukup. Tak terasa empat tahun hampir berlalu aku pun juga akan segera wisuda mengenakan toga seperti cita-citaku.

Mendengar ucapan ku, ibu semakin erat memelukku dan meneteskan air mata bahagia ujarnya. “Putri kecilku akan segera mengenakan toga, akan segera menjadi guru seperti cita-citanya yang pemberantas kebodohan dan memberikan motivasi jika apa yang di cita-citakan akan terwujud asal mau berusaha’. Tersipu malu aku mendengar ucapan itu, ah ibu ini apa sih? Aku masih tetap putri kecilmu sampai kapanpun dan dimanapun. Aku masih banyak belajar dari bapak dan ibu, aku juga belum bisa membahagiakan kalian sebab aku juga belum menjadi orang yang sukses. Ibu mah terlalu berlebihan memujiku nanti senja malah besar kepala menyombongkan diri.

Sudah-sudah sini gadis bapak, putri kecil kesanganku sekarang sudah dewasa sini duduk di samping bapak. Bapak ini juga kangen sama kamu, juga ingin memelukmu seperti ibu mu. Ahhh bapak ini apa to? Malu tau bapak sama ibu selalu memuji ku terus menerus nanti aku malah besar kepala.

Aku ini tak ada apa-apanya daripada perjuangan kalian selama ini. Wes sudah ayo siap-siap besok kita pergi ke Jakarta, wisudaku sudah tinggal menghitung hari lagi mau ku bapak dan ibu mendampingi ku sampai acara itu selesai. Tidak usah bingung soal biaya! Aku sudah menyiapkan semua untuk kalian dan kita pergi ke sana naik pesawat untuk pertama kalinya.

Wisuda pun tiba, nama ku sudah di panggil. Aku menjadi mahasiswa terbaik dengan IPK sempurna iy 4 adalah nilai paling sempurna yang di impi-impikan semua mahasiswa. Menjadi mahasiswa terbaik dengan gelar sarjana Pendidikan Bahasa Indonesia, sesuai dengan cita-citaku ingin menjadikan penerus bangsa bisa berbicara dan berbahasa Indonesia dengan baik. Banyak ucapan selamat yang ku dapat baik dari teman-teman, dosen bahkan rector kampus juga. Tak terkecuali bapak dan ibu juga memberikan ucapan selamat atas penghargaan yang ku dapat. Dan sudah ada beberapa sekolah yang menunggu ku mengabdi pada Lembaga itu.

Hari-hariku begitu indah dan menyenangkan setelah usai wisuda. Banyak bintang-bintang yang sudah ku genggam tapi aku tak lengah dan puas untuk di titik ini sebab bintang yang paling terang belum bisa ku dapatkan. Bapak ibu tinggal di Jakarta tidak nyaman mereka meminta pulang dan merawat rumah gubuk yang ada di kampung halaman. Akhirnya aku memutuskan keesokan hari mengantarkan bapak ibu pulang ke kampung, aku tak tega jika harus melihat mereka pulang sendirian apalagi jarak bJember dan Jakarta yang jauh. Kali ini aku pulang dengan naik kereta api iya hitung-hitung biar bapak ibu tau rasanya naik kereta api.

Sesampai di kampung, seperti biasanya masih saja ada orang yang menghina dan mencelah sedemikian rupa. Namanya orang gak suka sampai kapan pun iya bakal menyebarkan isu-isu yang tidak sesuai. Menyebarkan fitnah yang membuat heboh orang-orang sekampung, menjadikan kampung rame dalam satu topik yang sama pada semua penjuru kampung. Aku heran kenapa orang-orang itu tetap saja seperti itu? Selalu ikut campur urusan orang lain padahal mereka tidak tau menau yang terjadi. Orangnya selalu itu dan itu, tapi lucu sendiri jika aku melihat bertingkah laku mereka.  Entah apa yang mereka inginkan dalam diriku, namun cukup ku berikan senyuman dari semua apa yang mereka lakukan untukku selama ini.

Sembari menunggu malam, ku lihat indahnya senja yang mulai pergi perlahan-lahan. Langit yang membentang luas dengan warna jingga ke merah-merahan memanjakan mata. Terselip senja diantara awan tebal di ujung barat. Tak bosan mata ini memandang langit dari kejauhan kelopak mata. Sepoi-sepoi semilir angin memeluk erat jiwa dalam kehangatan yang tiada batas.

Malam pun tiba, satu persatu bintang bertaburan di langit malam. Bulan juga tak mau kalah, dia muncul dari balik selimut tebal yang menghalang. Malam ini bulan nampak cantic dengan bentuk sabit. Tak tertinggal pancaran sinar cahaya menyinari indahnya langit malam. Langit malam terlihat menawan dengan gemerlap bintang-bintang yang bertaburan. Begitu juga dengan hati yang sedang berdebar bahagia mampu melihat dan berhitung dengan bintang. Mimpi-mimpiku mulai ku ukir dengan hadirnya bintang malam, perlahan mulai ku hitung bintang dan membayangkan bahwa mimpi itu nyata akan terwujud suatu saat nanti.

Tak terasa waktu sudah larut malam namun tak bosan-bosan ku hitung bintang di hadapanku. Sekejap ku berimajinasi akan terbang mengepakkan sayap-sayap indah untuk pergi ke langit, mengambil satu bintang dan ku simpan rapi di figura kamar ku. Hayalan itu semakin mebuatku berfikir bagaimana menjadi bintang di antara bulan yang menyinari seluruh cakrawala. Mampu menyinari meskipun hanya dalam gemerlap malam, mampu menjadi penghias diantara gelapnya langit, dan mampu menjadi kebanggaan tersendiri di dalam hati seseorang.

Hari-hari ku menjadi rame dan menyenangkan, ketika aku benar-benar bisa mengamalkan apa yang sudah ku pelajari selama ini. Membuktikan pada tetangga-tetangga kampung, bahwa aku juga pantas bermimpi seperti itu. Tak hanya itu, di kala dia kesusahan aku mampu membantu menyelesaikan persoalannya meskipun dia tidak meminta tolong kepadaku. Aku melakukan itu tanpa sepengtahuan dia, bukan karena apa-apa tapi aku tak ingin jika suatu saat nanti ada masalah dan ucapan-ucapan yang membuat hati kedua orang tua ku terluka.

Akhirnya aku menemukan “bintang” dari pengalaman yang selama ini ku jalani. Menjadi kebanggan tersendiri di hati kedua orang tua dan hati sahabat-sahabatku. Bintang itu ku dapat karena kesederhanan yang tercermin dari sikap keseharianku. Pengalamanku membuktikan bahwa kita semua bisa meraih kesuksesan setinggi-tingginya dan seindah bintang di langit dengan berusaha.

Pesan ku adalah,“kesuksekan akan semakin menjadi berkah ketika kita bisa membantu orang lain”.