Hadirkan Ahli Budaya Akita University, Jepang, Prodi Sastra Indonesia FIB UNS Laksanakan Pelatihan Kesastraan
SURAKARTA (PRABANGKARANEWS)–Surakarta – Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sebelas Maret (UNS) kembali mengadakan kuliah umum pelatihan kesastraan pada Rabu (25/09/24) untuk Program Studi Sastra Indonesia. Dalam kegiatan ini, FIB UNS mendatangkan ahli budaya dari Akita University, Jepang, Dr. William Bradley Horton, sebagai pemateri pelatihan kesastraan ini, yang di. Kegiatan ini dimulai pada pukul 09.00 WIB dan dilaksanakan secara luring di ruang seminar FIB UNS
Dr. Asep Yudha Wirajaya, S.S., M.A., selaku Kepala Program Studi Sastra Indonesia menyampaikan bahwa kuliah umum ini ditujukan untuk menambah wawasan dan pengetahuan di bidang Sastra Indonesia. “Selain untuk menambah wawasan kita mengenai kesastraan, kegiatan ini dapat menjadi bukti bahwa belajar sastra juga mengajak kita bergaul dengan orang-orang mana saja secara lebih luas,” ujar Dr. Asep Yudha Wirajaya, S.S., M.A., dalam sambutannya pagi ini. (25/09/24)
Dalam pelatihan kesastraan bertajuk “Sastra dan Film 2024” ini, Dr. William Bradley Horton membagikan pengalaman dan pengetahuannya mengenai sastra di Indonesia, terutama pada periode pendudukan Jepang di Indonesia. “Sastra berkembang dengan pesat di zaman ini. Terdapat berbagai produk sastra seperti cerita bersambung, film, nyanyian, terutama surat kabar yang memuat produk-produk sastra pada masa itu,” ungkap Dr. William Bradley Horton dalam pengantar materinya.
Sastra hadir menjadi satu refleksi dari kehidupan masyarakat penciptanya. Begitu pula pada zaman pendudukan Jepang di Indonesia, karya sastra bertemakan perjuangan lahir menggambarkan bagaimana kehidupan masyarakat pada masa itu. “Sastra yang hadir kebanyakan memuat unsur perjuangan karena masyarakat dekat dengan situasi itu. Berbagai fenomena yang terjadi, berbagai kekonyolan yang ada, dituangkan dalam tulisan,” imbuhnya.
Pada periode itu, surat kabar menjadi media yang paling berkontribusi dalam perkembangan sastra karena memuat berbagai tulisan karya sastra. “Berbagai karya sastra tertera di surat kabar, baru setelah itu terbit menjadi buku,” ujat Dr. William Bradley Horton dalam materinya pagi ini. (25/09/24)
Meskipun dalam periode tersebut karya sastra berkembang pesat, lain halnya dengan para jurnalis dan penulis yang justru nasibnya kurang beruntung. “Jurnalis justru hidupnya memprihatinkan, bisa dibilang kurang layak. Tulisan-tulisan yang dihasilkan itu tidak memberikan kesejahteraan ke dalam hidupnya. Belum lagi jika memuat unsur-unsur politik, banyak jurnalis yang ditangkap pada masa itu karena tulisannya,” pungkasnya.
Sastra tidak hanya representasi kehidupan masyarakat pembentuknya saja. Sastra juga memiliki tujuan-tujuan tertentu yang ingin disampaikan penulis, begitu pula pada sastra zaman pendudukan Jepang yang memuat gambaran-gambaran
Penulis: Shalma Widyawati