Penjelasan Lengkap Tentang Pencemaran Nama Baik: Aspek Hukum dan Dampaknya
PRABANGKARANEWS – Pencemaran nama baik, sebagaimana diatur dalam Pasal 433 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 (Kitab Undang-Undang Hukum Pidana atau KUHP Baru), mengacu pada tindakan yang merusak kehormatan atau nama baik seseorang dengan tujuan agar perbuatan tersebut diketahui oleh publik. Jika pencemaran nama baik dilakukan melalui media sosial, hal ini diatur secara spesifik dalam Pasal 27 ayat (3) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE). Pasal tersebut melarang penyebaran informasi elektronik yang mengandung unsur penghinaan atau pencemaran nama baik secara sengaja tanpa hak.
R. Soesilo dalam buku komentar KUHP mengidentifikasi enam bentuk pencemaran nama baik: (1) Fitnah, yaitu tuduhan tidak berdasar yang tidak dapat dibuktikan kebenarannya, sesuai Pasal 434 ayat (1) UU 11/2023; (2) Penistaan, berupa penghinaan dengan menuduh seseorang melakukan tindakan tertentu yang bertujuan mempermalukan, meskipun bukan tindakan pidana, seperti diatur dalam Pasal 156 KUHP; (3) Penistaan dengan surat, penghinaan yang dilakukan melalui media tertulis atau gambar sebagaimana diatur Pasal 310 ayat (2) KUHP; (4) Penghinaan ringan, berupa makian atau tindakan fisik seperti meludahi atau memegang kepala, sesuai Pasal 353 dan Pasal 356 KUHP; (5) Pengaduan fitnah, yaitu laporan palsu kepada pihak berwenang yang merugikan nama baik seseorang (Pasal 311 ayat (1) KUHP); dan (6) Tuduhan secara memfitnah, yaitu tindakan sengaja menjerat seseorang dalam kasus pidana dengan cara tidak benar, seperti menaruh barang bukti palsu di rumah orang lain (Pasal 311 KUHP).
Pencemaran nama baik yang dilakukan melalui media sosial dapat dikenakan sanksi berdasarkan Pasal 27 ayat (3) UU ITE. Pasal ini melarang tindakan mendistribusikan, mentransmisikan, atau membuat informasi elektronik yang memuat penghinaan atau pencemaran nama baik dapat diakses publik. Hukuman bagi pelanggaran ini adalah pidana penjara hingga empat tahun dan/atau denda maksimal Rp750 juta, sesuai ketentuan KUHP tentang penghinaan dan fitnah.
Dampak dari pencemaran nama baik dapat merugikan seseorang secara signifikan, baik dari segi reputasi maupun kehidupan pribadi dan profesional. Reputasi yang tercoreng dapat memengaruhi aspek ekonomi, sosial, dan relasi seseorang di masyarakat. Seseorang yang menghadapi pencemaran nama baik mungkin kehilangan kesempatan pekerjaan, gagal mendapat promosi, atau bahkan kehilangan profesi seperti dokter.
Kesimpulannya, pencemaran nama baik tidak hanya melibatkan aspek hukum, tetapi juga memberikan dampak luas pada kehidupan individu yang menjadi korban. Oleh karena itu, pemahaman akan hukum terkait dan kewaspadaan dalam bermedia sosial sangat penting untuk menjaga kehormatan dan menghindari risiko hukum.