Tempe Benguk, Warisan Kuliner Pacitan yang Tetap Lestari

PACITAN (PRABANGKARANEWS) – Di tengah perbukitan kapur Pacitan, ada satu kuliner khas yang tetap bertahan melawan zaman, yaitu tempe benguk. Berbeda dari tempe kedelai pada umumnya, tempe benguk dibuat dari biji benguk, sejenis tanaman merambat yang dapat tumbuh hingga 15 meter. Uniknya, meskipun tanah Pacitan didominasi batuan kapur, tanaman benguk masih bisa tumbuh subur. Tumbuhan ini memiliki karakteristik unik, saat masih muda tertutup rambut halus, tetapi ketika dewasa hampir tidak berambut sama sekali.
Salah satu sosok yang tetap mempertahankan tradisi pembuatan tempe benguk adalah Mbah Juminah, warga Dusun Grinjangan, Desa Soko, Kecamatan Punung, Pacitan. Di usianya yang tak lagi muda, ia masih setia mengolah biji benguk menjadi tempe dengan cara tradisional. Proses pembuatannya cukup panjang, mulai dari perendaman, perebusan, hingga fermentasi selama beberapa hari. Namun, kerja keras tersebut terbayar dengan cita rasa khas yang gurih dan tekstur yang lebih padat dibanding tempe kedelai.
Harga biji benguk di pasaran cukup bervariasi, berkisar antara Rp15.000 hingga Rp30.000 per kilogram, tergantung kualitas dan musim panen. Sementara itu, tempe benguk sendiri dijual dalam berbagai bentuk, baik yang masih segar maupun yang sudah dikeringkan untuk stok lebih lama. Di Pacitan, makanan ini kerap diolah menjadi berbagai hidangan, mulai dari tempe bacem, oseng, hingga tempe goreng yang renyah dan gurih.
Meskipun masih banyak yang menyukai tempe benguk, keberadaannya semakin langka karena tidak banyak lagi pengrajin yang bertahan. Oleh karena itu, pelestarian makanan khas ini menjadi hal yang penting, agar generasi mendatang tetap bisa menikmati cita rasa autentik khas Pacitan. Pemerintah daerah dan masyarakat diharapkan dapat mendukung keberlanjutan produksi tempe benguk dengan menjaga ketersediaan bahan baku dan memperkenalkan makanan ini kepada generasi muda.
Bagi yang ingin mencicipi atau membeli tempe benguk langsung dari pengrajin, bisa datang ke Pasar Punung pada hari pasaran Pahing. Di lantai dasar pasar, para penjual setia menawarkan tempe benguk segar yang siap diolah menjadi hidangan lezat. Dengan terus melestarikan kuliner ini, kita tidak hanya menjaga warisan kuliner Pacitan, tetapi juga membantu para perajin lokal tetap bertahan di tengah perkembangan zaman