Serial Riset LSI Denny JA Topik Covid-19: Efek Pembatasan Sosial Berskala Besar Belum Maksimal

Serial Riset LSI Denny JA Topik Covid-19: Efek Pembatasan Sosial Berskala Besar Belum Maksimal
SHARE

Serial Riset LSI Denny JA

Topik Covid-19

EFEK PEMBATASAAN SOSIAL BERSKALA BESAR (PSBB)
BELUM MAKSIMAL

Eksplorasi 18 Wilayah PSBB

Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) yang sudah diterapkan dalam 18 wilayah Indonesia belum maksimal. Secara umum belum terjadi efek kategori A, kategori sangat bagus. Yaitu efek yang secara grafik menunjukkan penurunan sangat drastis kasus baru.

Seluruh komponen masyarakat dan pemerintah daerah harus lebih maksimal menerapkan PSBB. Jika tidak, situasi ini akan memperpanjang masa pemulihan di Indonesia. Ini sekaligus berarti memperburuk ekonomi Indonesia dengan seluruh konskwensinya.

Demikian hasil riset LSI Denny JA dalam mengelola data sekunder, dalam rentang awal Febuari- 7 Mei 2020. Tiga sumber data yang digunakan: Data Gugus Tugas, Data Worldometer, dan data WHO

-000-

Kita diberi semangat oleh contoh sukses di dunia. Efek kategori A, sangat bagus, terjadi setidaknya pada empat negara: Korea Selatan, Jerman, Australia dan Selandia Baru.

Dari grafik rentang satu sampai dua bulan, pada empat negara itu terlihat puncak pandemik sudah terlewati. Kasus baru menurun secara sangat drastis.

Di negara yang sukses itu, secara perlahan dan terbatas ekonomi mulai dibuka kembali. Publik mulai disiapkan hidup di era New Normal.

Baca Juga  Pertemuan Kasal - Wamenhan RI Bahas Program Peningkatan Penggunaan Produk dalam Negeri

LSI Denny JA lebih untuk kepentingan analisa menyusun efek PSBB dalam empat kategori. Kategori ini dibedakan dengan melihat kasus baru harian (sekali lagi kasus harian) antara sebelum dan sesudah diterapkannya PSBB.

Pertama: kategori A, kategori sangat bagus. Ini terjadi jika grafik efek PSBB itu sangat dratis. Menurunnya kasus baru harian sangat tajam.

Kedua: kategori B, kategori yang bagus. Ini disebut jika grafik efek PSBB menurunkan kasus baru harian tapi tidak drastis.

Ketiga, kategori C, kategori biasa. Istilah ini untuk grafik efek PSBB kasus baru harian yang tidak menurun, dan tidak juga menaik. Grafik kasus baru harian nampak stagnan dan landai.

Keempat, kategori D, kategori kurang. Ini terjadi jika grafik efek PSBB tidak terjadi. Kasus baru harian tetap bertambah.

Mengamati grafik PSBB di 18 wilayah, kita belum mempunyai efek kategori A, seperti yang dicontohkan empat negara sukses: Korea Selatan, Jerman, Australia, dan Selandia Baru.

Efek PSBB kategori B terjadi di wilayah Jakarta, Kota Bogor, Kabupaten Bogor dan Kabupaten Bandung Barat.

Efek PSBB kategori C terjadi di wilayah Kota Bandung, Kab. Bandung, Kab. Sumedang, Kota Tanggerang Selatan dan Kabupaten Tanggerang Selatan.

Efek kategori D terjadi di wikayah Prov. Barat, Kota Depok, Kota Bekasi, Kab. Bekasi, Kota Cimahi, Kota Pekanbaru, Kota Surabaya, Kota Banjarmasin, Kota Tanggerang.

Baca Juga  Pangdam Tutup TMMD Ke-115 Wilayah Kodam I/BB

-000-

Apa yang menjadi penyebab efek PSBB di 18 wilayah Indonesia belum maksimal?

Pembatasan Sosial Beskala besar diterapkan pada empat kegiatan. Pertama, kegiatan agama. Kedua, kegiatan di tempat atau fasilitas umum. Ketiga, kegiatan sosial budaya. Keempat, kegiatan transpotasi umum.

Dari empat kegiatan itu, terjadi banyak pelanggaran di 18 wilayah itu, dalam derajat yang berbeda, terutama pada kegiatan agama dan kegiatan di tempat umum.

Kegiatan terawih keagamaan terjadi di banyak masjid. Juga kegiatan di tempat umum berupa berdesak desaknya ibu rumah tangga belanja di pasar/pertokoaan, dan anak muda berkumpul di kafe/ resto setelah buka puasa. Warga berkumpul tanpa memperhatikan social distancing.

Sangat terasa kurang kerasnya komponen masyarakat dan pemerintah daerah menerapkan PSBB. Ulama bisa berperan lebih instensif dalam mengajak warga ibadah di rumah saja, terutama saat tarawih.

Pengusaha kurang menerapkan jarak antar pembeli ketika mereka antri di pasar/toko. Kepala rumah tangga kurang menjaga anak anak mudanya untuk tidak dulu berkumpul di area umum, terutama setelah berbuka puasa.

Pemerintah daerah juga kurang mengawasi pelaksanaan PSBB itu. Sementara kesadaran masyarakat sendiri banyak yang belum tumbuh akan pentingnya social distancing dan aneka protokol kesehatan.

Baca Juga  STKIP PGRI Pacitan Sukses Gelar Seminar Internasional untuk Tingkatkan Kualitas Lulusan

-000-

Apa saran? What next?

Pandemik ini memang terlalu besar dan terlalu penting jika hanya diserahkan kepada pemerintah pusat saja atau kepada Gugus Tugas saja.

Pemda bersama dengan pemimpin masyarakat, ulama, bahkan ketua RT, para influencer, juga kepala rumah tangga harus lebih giat lagi menerapkan PSBB.

Saatnya para relawan terpanggil melakukan perannya masing masing. Para influencers sebagai misal dapat ikut berkampanye pentingnya protokol kesehatan: social distancing, masker, cuci tangan, dan ibadah di rumah saja.

Vaksin belum ditemukan. Satu satunya senjata yang kita punya adalah PSBB dan protokol kesehatan. Bersama kita targetkan, di bulan ini, Mei 2020, kasus baru terpapar covid- 19 harus menurun drastis.

Selesai lebaran, di wilayah yang sudah mampu, kita harap, perlahan kita mulai kembali kehidupan usaha kita, kantor kita, sekolah kita, SECARA TERBATAS, agar ekonomi tidak merosot tajam.

Namun ini hanya mungkin dilakukan jika kasus baru terpapar corona merosot dratis di wilayah itu. Dan warga patuh dengan aneka protokol kesehatan.

Secara bertahap kita harus mulai masuk ke tahap hidup New Normal itu.*

Mei 2020