JAMASAN PUSAKA, REFRESH PROCESSING UNIT

JAMASAN PUSAKA, REFRESH PROCESSING UNIT
SHARE

JAMASAN PUSAKA, REFRESH PROCESSING UNIT

Prof. Dr. Andrik Purwasito, DEA (Kaprodi S3 Kajian Budaya UNS)

Jamasan pusaka, atau memandikan pusaka adalah sebuah tradisi nenek moyang, yang berarti membersikan benda-benda magis dan bersifat spiritual, yang tidak mempunyai hubungan langsung dengan agama, melainkan praktek budaya Jawa, yang menghitung kehidupan dari dua sisi, yaitu sisi wadag (kasar) dan sisi halus.

Bagaimana sifat dan karakter magis dan spiritual, sulit dijelaskan dengan kata-kata, atau sulit dirasionalisasikan, karena memang bersifat spiritual (halus) dan tak kasat mata. Di Karaton, sejak Mataram, Kediri, Majapahit, sampai karaton Surakarta dan Yogyakarta, bahkan dilakukan dengan seremonial. Hal tersebut, memperlihatkan adanya keinginan melibatkan masyarakat agar memahami makna yang sesungguhnya apa yang terjadi dalam dunia magis (dunia halus). Meskipun penerimaan tersebut terkadang kontroversial, namun kita dapat memetik keuntungan politis dan ekonomis atas ritual dan seremonial tersebut sebagai praktek budaya, yang menghubungkan penyatuan Negara dan Rakyat (manunggaling kawula dan gusti).

Baca Juga  Mayat Gantung Diri Di Tol Serang-Panimbang, Polisi Selidiki Penyebab Kematiannya

Selama saya bekerja untuk Karaton Surakarta, saya melihat langsung adanya komunikasi intensif antara rakyat dan raja, dalam prosesi ritual tersebut, seperti adanya keseimbangan yang serasi antara kutub kuasa dan kutub yang dikuasai.

Di tengah ombak harmonisasi kehidupan tersebut, saya melihat bahwa setiap orang secara sukarela sadar bahwa dirinya perlu mempertanyakan lagi tentang hidup dan kehidupan, bertanya tentang apa yang sudah baik dan apa yang perlu diperbaiki. Sehingga, malam 1 suro adalah tahap permenungan, seperti sebuah kaca brenggala, untuk bercermin diri dihadapan Sang Maha Khalik.

Hal ini berarti bahwa jamasan pusaka hanyalah bagian kecil dari proses relasi kuasa dan relasi kehidupan, yang mencerminkan waktu mawas diri, menelanjangi diri, untuk kembali pada fitroh, untuk kembali kepada makna kehidupan yang sesungguhnya dari setiap ajaran dan setiap paradigmatik hidup dan kehidupan yang diyakininya.

Baca Juga  Universitas Brawijaya Tingkatkan Pengawasan atas Penerima Beasiswa KIP-K

Maka tak salah juga ungkapan yang menyebutkan bahwa upacara jamasan adalah upaya manusia untuk melakukan koreksi dan melakukan pengosongan diri agar di dapatkan sinar jalan yang lurus, sinar jalan yang diyakini akan dilalui ke masa depan yang lebih baik, baik menyelematkan dari mala petaka, pagebluk serta mendapatkan perlindungan yang semestinya dari Yang Maha Kuasa serta memperoleh kedamaian dan ketentraman batin.

Jamasan adalah pembersihan diri. Keris dan pusaka merupakan bagian dari hidup dengan pemiliknya. Maka jamasan pusaka tidak lain adalah membersihkan diri dari kotoran jasmani dan rohani, sehingga memperoleh kebaruan serta refresh yang menyegarkan kembali hidup di saat tahun baru itu.

Baca Juga  Dua WNA Tersangka Kasus Skimming Diringkus Anggota Polres Pasuruan Kota

Maka hal itu berisi tentang kualitas dari pribadi dan kualitas dari power sang pemilik dan pusakanya itu sendiri. Sebuah refresh yang membuat mesin kepribadian menjadi segar kembali. Maka diharapkan masyarakat yang hadir dalam acara jamasan, adalah sebuah kerelaan untuk hidup secara bersama dan saling menghormati, serta hidup saling berbagi.

Selamat menjamas Pusaka2 semoga bersih dari segala kotoran duniawi dan rochawi. (Padepokan Kiageng Guru, Wong Kampoeng Contemporary, Triyagan, Sukoharjo, 19 Agustus 2020).