BSSN; 1,6 miliar Serangan Siber dengan Berbagai Kategori

PRABANGKARANEWS.COM || BSSN dibentuk untuk mewujudkan keamanan, pelindungan, dan kedaulatan siber nasional serta meningkatkan pertumbuhan ekonomi nasional.
Untuk mencapai hal tersebut BSSN melakukan berbagai hal, diantaranya melakukan pemetaan tren risiko dan ancaman yang berkembang di ranah siber seperti web defacement, data breach, human operated ransomware, dan advance persistent threat.
.
BSSN juga melakukan penelusuran informasi yang berkaitan dengan Indonesia dalam forum jual beli data daring; melakukan penelusuran aktivitas penyalahgunaan ransomware pencari informasi privasi/terbatas milik Indonesia; melakukan penelusuran aktor dan pola kejahatan siber yang menyasar Indonesia; melakukan penelusuran potensi ancaman aktivitas kejahatan siber di Deepweb dan Darkweb.
.
Seluruh pemangku kepentingan keamanan siber dipersilakan berkonsolidasi dengan BSSN dan memanfaatkan berbagai informasi yang telah dikumpulkan oleh BSSN tersebut sebagai landasan pengambilan keputusan dan menjalankan langkah serta program pengelolaan keamanan siber di masing-masing sektor yang dikelola, dikutip dari istagram bssn_ri Selasa (8/3).
Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) telah mendeteksi serangan siber yang masuk di Indonesia. Jumlah serangan itu mencapai 1,6 miliar.
Kepala Badan Siber dan Sandi Negara, Letjen TNI (Purn) Hinsa Siburian mengatakan, serangan siber di Indonesia telah dilakukan pendeteksian secara dini. Selama periode 2021, tren anomali trafik keamanan siber melalui National Security Operation Centre (NSOC) telah mengidentifikasi potensi serangan siber.
“Lebih dari 1,6 miliar anomali trafik atau serangan siber dengan berbagai kategori,” ujar Hinsa dikutip dari laman Liputan6.com, Selasa (8/3/2022).
Hinsa menjelaskan, anomali yang paling banyak ditemui yakni Malware, Trojan Activity atau aktivitas Trojan, hingga Information Gathering atau pengumpulan informasi untuk mencari celah keamanan. Sementara tren kasus insiden siber di Indonesia yakni Web Defacements atau kasus peretasan menjadi salah satu hal yang paling marak.
Situs yang teretas dimanfaatkan untuk tindak kejahatan lainnya seperti scamming, illegal gambling, phishing, dan kejahatan lainnya.
“Data Breach atau peretasan data menjadi salah satu komoditas yang paling banyak dicari, selain memiliki nilai jual, data juga merupakan aset informasi,” kata Hinsa.
Pada Human Operated Ransomware pelaku serangan menyandera sebagian atau seluruh data. Khususnya pada data tertentu yang memiliki nilai ekonomis dan memberikan peluang lebih besar korban untuk melakukan pembayaran.
“Sedangkan Advance Persistent Threat merupakan aktifitas kejahatan yang dilakukan oleh actor dengan taktik, teknik, dan prosedur yang kompleks,” terang Hinsa.
“Kami juga telah membagi sebaran sektor anomali trafik atau serangan siber,” jelas Hinsa.
Hinsa mengungkapkan, sebaran sektor anomali trafik yang paling tinggi berada pada Akademik sebanyak 38,03 persen, Swasta 25,37 persen, Pemerintah daerah 16,86 persen, Pemerintah pusat 8,26 persen, hukum 4,18 persen, dan Personal 2,66 persen. Adapun sejumlah langkah teknis yang telah diambil yakni BSSN memperkuat Keamanan Siber Nasional.
“Kami berusaha memperkuat keamanan siber nasional untuk mencegah serangan siber,” ungkap Hinsa.
Hinsa menerangkan, langkah dan upaya BSSN untuk menangkal serangan siber dengan melakukan pemasangan sensor Honeynet dan analisis malware, optimalisasi cakupan monitoring NSOC, pembentukan tim respon insiden keamanan siber (CSIRT), dan pelaksanaan Information Technology Security Assessment (ITSA).
“BSSN turut berupaya melakukan penguatan sistem elektronik melalui penerapan kriptografi,” terang Hinsa. (*)