Dr. Agoes Hendriyanto,M.Pd: Pers Berkualitas Masyarakat Cerdas

Dr. Agoes Hendriyanto,M.Pd: Pers Berkualitas Masyarakat Cerdas
Dr. Agoes Hendriyanto, M.Pd (Dosen, Jurnalis, Pemerhati Budaya)
SHARE

Oleh: Dr. Agoes Hendriyanto, M.Pd (Dosen, Jurnalis)

(PRABANGKARANEWS) –  Mengutip dari buku  yang (Bekti Nugroho dan Samsuri, 2013: xix)  dalam buku Pers Berkualitas Masyarakat Cerdas yang diterbitkan oleh Dewan Pers, terdapat beberapa masalah terkait dengan  banyaknya isu yang berkembang terkait dengan jurnalis dalam melakukan liputan medianya. 

Mengutip dari buku ( Bekti Nugroho dan Samsuri, 2013: xix) hal tersebut yang menjadi penyebab sebagai berikut:

Pertama, sistem rekrutmen yang tidak didasarkan pada syarat-syarat jurnalistik yang cukup, melainkan sekedar, orang-orang yang
mencari pekerjaan.

Kedua, masih banyak perusahaan pers tidak memiliki sistem pendidikan dan pelatihan yang sistematik untuk meningkatkan mutu pers. Ada perusahaan pers yang lepas tangan.

Ketiga, tidak ada penggajian atau kompensasi yang memadai, sehingga para wartawan dibiarkan mencari tambahan sendiri.

Keempat, tidak pula jarang, para penyelenggara memerintahkan terutama di daerah yang dengan sengaja memelihara wartawan peminta-minta sebagai imbalan tidak memberitakan hal-hal yang dapat dipandang membuka aib pemerintahan yang bersangkutan.

Kelima, didapati juga perusahaan pers yang dibentuk sekedar untuk mendapat keuntungan atau peluang menampakkan diri dalam
percaturan sosial dan politik untuk meraih kedudukan atau kemudahan tertentu.

Baca Juga  "Animal Rescue Pacitan" Berhasil Tangkap Ular Priting di Gudang, Nanggungan Pacitan

Problematika yang tersebut menandakan semakin kompleknya permasalahan di era digital sekarang ini dengan menjamurnya media televisi digital, media online yang semakin menambah komplek permasalahan terkait kode etik yang harus dijaga dalam setiap liputan untuk mencari berita.

Selain hal tersebut diperparah dengan adanya pandemi Covid-19 dengan pembatasan sosial  menyebabkan aktualitas yang terkait dengan keberimbangan, narasumber yang harus memenuhi cover both side terabaikan.  Apalagi media online dengen interaktif, hiperlink, kecepatannya dengan memenfaatkan internet dengan cepat menyebar ke khalayak pembaca.

Mengacu pada kode etik yang dikeluarkan oleh Dewan Pers tahun 2006:

  • 1) Jurnalis harus independen;
  • 2)  Jurnalis harus profesional;
  • 3) Jurnalis harus giat lakukan verifikasi sehingga berita bukan opini;
  • 4) Jurnalis harus menghindarakan berita bohong, fitnah, sadis, porno;
  • 5) Jurnalis harus tidak menyebutkan  identitas  terutama korban pelecahan seksual, perkosaan;
  • 6) Jurnalis mempunyai hak tolak untuk melindungi  identitas  narasumber berita;
  • 7) Jurnalis harus menghindari tulisan yang diskriminasi;
  • 8) Jurnalis haru bertangungjawab terhadap kesalahan berita dan meminta maaf dengan mengoreksi berita bahkan menghapusnya;
  • 9) Jurnalis harus siap hak jawab terhadap berita yang diberitakan;
  • 10) Jurnalis harus menghindari suap; dan
  • 11) Jurnalis menghormati hak narasumber tentang kehidupan pribadi.
Baca Juga  Bupati Pacitan Pelepasan Purna Tugas Kepala Satpol PP: Penghargaan atas Dedikasi 41 tahun Drs. Sanyoto, M.M

Jika kita membaca dari kode etik jurnalis tersebut dan membandingkan dengan kebebasan pers yang tertuang dalam UU nomor 40 tahun 1999 yang menjadi acuan jurnalis dalam rangka kebebasan pers. Hal ini sangat sulit sekali untuk menyamakan persepsi.

Oleh sebab itu perlu adanya penyamaan persepsi diantara pemerintah, pihak media, swasta, Dewan Pers, serta komponen lainnya.  Sehingga tidak nampak berjalan sendiri-sendiri.

Secara teoritis nampak mudah namun secara realitas di lapangan sangat sulit untuk menyamakan persepsi dari berbagai kalangan yang berlatar budaya, agama, suku bangsa.  Oleh sebab itu masrilah kita tidak saling menyalahkan yang penting dari diri kita yang merasa sebagai seorang jurnalis untuk beruasaha mandiri dari segi ekonomi, meningkatkan kemampuan kita menulis dengan selalu berpegang teguh pada kode etik, dan selalu memegang teguh sembilan elemen jurnalis.

Baca Juga  Terobosan Erick Thohir untuk Membuat Liga 1 Indonesia Menjadi yang Terbaik di Asia Tenggara"

Jurnalis jika sudah mandiri  setidaknya bisa memegang teguh nilai kebenaran; memberikan informasi yang bermanfaat bagi rakyat; sebagai kontrol kekuasaan;  selalu rajin melakukan verifikasi;  memberikan ruang untuk kritik publik; membuat berita yang menarik dan relevan;  berita yang komprehensif dan proporsional; membuat berita sesuai dengan hati nurani.

Memang acuan begitu idealis untuk membangun diri jurnalis menjadi profesional.  Namun itu semua tidaklah mudah jika hanya jurnalis sendiri yang memikirkannya.  Mereka perlu adanya peningkatan kompetensi pengetahuan, kompetensi hukum, dan kompetensi etik dalam rangka untuk menjadikan jurnalis sebagai  profesi yang profesional.

Profesionalisme jurnalis dalam rangka untuk memperkuat posisinya sebagai salah satu pilar demokrasi yang selalu patuh pada undang-undang dan konstitusi.  Perlu adanya upaya dari berbagai pihak agar jurnalis mandiri secara finansial dengan menjadi wirausaha maupun profesi yang lainnya.

Oleh sebab itu semboyan ‘Pers Berkuallitas Masyarakat Cerdas akan benar-benar terwujud dalam rangka mewujudkan kesejahtreraan masyarakat Indonesia.

Daftar Referensi:

Bekti Nugroho dan Samsuri. (2013). Pers Berkualitas Masyarakat Cerdas.  Dewan Pers. Jakarta (*)