Purwarupa Jet Tempur KF-21 Boramae: Kerjasama Indonesia-Korea dalam Pengembangan Alutsista dan Potensi Ekonomi
PRABANGKARANEWS.COM || Pada siang itu, cuaca cerah dan sinar matahari terik menghiasi langit Kota Sacheon, Provinsi Gyeongsang, Korea Selatan, memberikan kondisi yang ideal untuk menerbangkan pesawat. Pada pukul 14.00, rombongan peserta Indonesian Next Generation Journalist on Korea tiba di markas Korea Aerospace Industries (KAI) pada hari Jumat tanggal 2 Juni. Tidak lama setelah kedatangan mereka, tuan rumah memberi tahu bahwa uji terbang purwarupa KF-21 Boramae Nomor 4 akan segera dilakukan.
Di dalam hanggar, terdapat dua pesawat KF-21 Boramae yang disimpan, yaitu Nomor 4 dan Nomor 5. Pesawat jet tempur KF-21 Boramae Nomor 4 perlahan keluar dari hanggar dan mulai mengitari pangkalan udara. Dua pilot yang berada di kokpit menyapa penonton di sekitar pangkalan udara dan para jurnalis dengan antusiasme. Para penonton yang melihat uji terbang ini tidak diperbolehkan mengambil gambar atau merekam video untuk menjaga kerahasiaan dan keamanan.
Lee Sung-il, Senior Manager and Chief KFX Joint Development Management Team KAI, mengungkapkan bahwa pada siang itu, Letnan Kolonel Pnb. Ferrel “Venom” Rigonald dari TNI Angkatan Udara menjadi pilot KF-21 Boramae. Dia terbang bersama dengan seorang pilot dari Korea Selatan. Kolonel Pnb. Muhammad “Mammoth” Sugiyanto dari TNI AU juga telah berhasil menerbangkan purwarupa pesawat KF-21 Boramae di lokasi yang sama pada pertengahan bulan Mei.
Pada badan pesawat KF-21 Boramae Nomor 4, terdapat gambar bendera Indonesia dan Korea Selatan di bawah kokpit sebagai simbol kerja sama kedua negara dalam proyek pembuatan jet tempur tersebut. KAI menilai bahwa KF-21 Boramae dapat memberikan manfaat ekonomi yang signifikan bagi Indonesia.
Dalam tahap engineering and manufacturing development (EDM), KF-21 Boramae diperkirakan dapat memberikan nilai ekonomi hingga miliaran dolar Amerika Serikat. Keterlibatan 28 insinyur dari PT Dirgantara Indonesia dalam proyek purwarupa jet tempur tersebut juga menjadi salah satu kontributor dalam dampak ekonomi tersebut, artikel dikutip dari laman Antaranews.com Senin (5/6/2023).
Menurut laporan PwC pada tahun 2023, produksi massal KF-21 Boramae di Indonesia dapat menciptakan sekitar 27.000 lapangan kerja. Indonesia berencana untuk membeli 48 unit KF-21 Boramae, sementara Korea Selatan akan membeli 120 unit.
Produksi KF-21 Boramae juga berpotensi memberikan efek positif pada industri penerbangan senilai 1,9 miliar dolar AS, efek induksi produksi senilai 3,3 miliar dolar AS, dan nilai tambah bruto senilai 3,4 miliar dolar AS. Total investasi yang diperlukan untuk proyek KF-21 Boramae adalah sekitar 8,8 triliun won atau sekitar Rp100 triliun, dengan pembiayaan yang dibagi antara pemerintah Korea Selatan (60%), KAI (20%), dan Pemerintah Indonesia (20%).
Kerja sama pengembangan KF-21 Boramae antara Indonesia dan Korea Selatan menjadi istimewa karena tidak hanya melibatkan jual-beli alat utama sistem pertahanan semata, tetapi juga pertukaran pengetahuan dan teknologi antara kedua negara. Proyek ini dimulai sejak tahun 2009 dengan nota kesepahaman pengembangan jet tempur KFX/IFX antara Kementerian Pertahanan Republik Indonesia dan DAPA Kementerian Pertahanan Nasional Republik Korea. PT DI ditunjuk sebagai peserta industri dari Indonesia pada proyek ini.
Seiring perkembangan program, jet tempur tersebut kemudian diberi nama KF-21 Boramae, yang merupakan jet tempur generasi 4,5 dengan kemampuan semi-stealth. Menurut riset dari IHS Janes pada tahun 2012, terdapat potensi pasar sebanyak 160 hingga 596 unit pesawat tempur di negara-negara yang menjadi prioritas. KF-21 Boramae memiliki peluang untuk memenuhi kebutuhan tersebut, terutama pada pasar prioritas menengah sebanyak 160 hingga 368 unit. (*)