Di Ambang Ketidakpastian: Ketakutan Asia Akan Perang Dunia III yang Kian Menguat

Di Ambang Ketidakpastian: Ketakutan Asia Akan Perang Dunia III yang Kian Menguat
SHARE

PRABANGKARANEWS – Sebuah survei terbaru dari Ipsos mengungkapkan sentimen kuat yang kini menyebar di seluruh Asia: semakin banyak warga yang takut bahwa dunia berada di ambang perang global baru. Hasilnya mencengangkan   79% warga India, 78% warga Malaysia dan Thailand, serta lebih dari 70% warga di UEA, Arab Saudi, dan Turki percaya bahwa Perang Dunia III bisa terjadi dalam masa hidup mereka. Bahkan negara-negara yang selama ini cenderung damai seperti Jepang (51%) dan Indonesia (63%) juga menunjukkan kecemasan yang meningkat, dilansir dari Seasia.News Selasa (17/6/25).

Ketakutan ini bukan tanpa dasar. Ia tumbuh dari peristiwa nyata yang semakin memanas — terutama di Timur Tengah, di mana ketegangan antara Israel dan Iran makin memburuk. Serangan udara terbaru Israel yang menyasar tokoh militer senior dan ilmuwan nuklir Iran, dibalas dengan serangan rudal besar-besaran dari Iran, telah mengguncang kawasan. Sebagian sistem pertahanan Iron Dome milik Israel bahkan dilaporkan kewalahan — menandakan bahwa pertahanan tercanggih pun memiliki batasnya.

Baca Juga  Ketua Umum PSHT Pusat Bersama TNI-Polri Gelar Rakor Pengamanan Temu Kadang dan Deklarasi Pemilu Damai 2024

Peristiwa-peristiwa ini tidak berdiri sendiri. Dalam dunia yang saling terhubung, konflik lokal dengan cepat menjalar menjadi persoalan global. Pasar terguncang, harga minyak melonjak, dan aliansi-aliansi internasional diuji. Bayangan perang — yang dahulu hanya muncul dalam buku sejarah dan kenangan abad ke-20 — kini terasa kembali nyata.

Mengapa Ketakutan Asia Ini Penting

Asia bukan hanya penonton; ia merasakan langsung getarannya. Negara seperti India berada dekat dengan Tiongkok dan Pakistan, dua rival regional yang memiliki senjata nuklir dan riwayat ketegangan panjang. Di Asia Tenggara, sengketa wilayah di Laut China Selatan dan persaingan kekuatan besar dunia membuat kekhawatiran kian membesar. Ketergantungan ekonomi negara-negara Asia terhadap kawasan konflik juga berarti bahwa perang di tempat jauh bisa mengacaukan rantai pasokan, perekonomian, dan akses energi.

Baca Juga  Partai Demokrat Resmi Dukung Anies Sebagai Capres di 2024

Lebih dari itu, demografi muda di Asia kini tumbuh dalam ketidakpastian — tidak seperti generasi sebelumnya yang tumbuh dalam optimisme pascaperang. Bagi mereka, ketidakpastian bukan sekadar wacana   tapi notifikasi berita harian. 

Apakah Kita di Ambang Perang  atau Masih Bisa Mundur?

Godaan untuk menarik paralel dengan awal abad ke-20 sangat besar — sebuah dunia yang terperangkap dalam aliansi, kecurigaan, dan kesalahan perhitungan, berjalan menuju bencana. Namun sejarah juga memberi harapan: diplomasi, pengendalian diri, dan kepemimpinan telah berulang kali menyelamatkan dunia dari bencana di era nuklir.

Yang membedakan masa kini adalah kecepatan dan skala. Konflik berkembang dalam waktu nyata, dan opini publik — yang dulu lambat — kini bereaksi seketika, digerakkan oleh media sosial dan berita viral. Dalam lingkungan ini, ketakutan menjadi bahan bakar yang berbahaya.

Baca Juga  Ali Mochtar Ngabalin; Kegiatan Edhy Prabowo Selama Kunjungan ke AS Sebelum Ditangkap KPK

Namun, masa depan belum ditentukan. Meski rasa takut meningkat, kesadaran dan tekad untuk memilih jalan lain juga muncul. Tantangan para pemimpin dunia hari ini bukan hanya meredam konflik, tapi juga membangun kembali kepercayaan global.

Di Asia, di mana kenangan akan perang masih membekas dan dampak dari perang baru akan sangat besar, pesannya jelas: masyarakat melihat bahaya di depan mata. Namun apakah bahaya itu akan menjadi kenyataan, bergantung bukan pada rasa takut — melainkan pada pilihan-pilihan yang dibuat hari ini