Borobudur dan Wayang: Warisan Budaya yang Menghidupkan Jawa

PRABANGKARANEWS, BUDAYA – Di jantung pulau Jawa, berdiri megah Candi Borobudur, sebuah mahakarya arsitektur kuno yang menjulang laksana piramida. Setiap terasnya dibangun berlapis-lapis, seolah membawa pengunjung menapaki perjalanan spiritual ke puncak pencerahan. Dinding-dinding candinya dihiasi relief-relief halus yang menggambarkan kisah hidup Sang Buddha, seorang nabi dari ajaran Hindu-Buddha. Konon, candi ini dibangun sekitar abad ke-9 Masehi, namun kemudian tertutup oleh abu dan debu dari letusan gunung-gunung berapi di sekitarnya.
Borobudur sempat terlupakan hingga masa kekuasaan Inggris di Jawa, setelah Perang Napoleon. Barulah saat itu, reruntuhannya ditemukan kembali dan menyita perhatian dunia.
Namun, kekayaan budaya Jawa tak hanya terpahat di batu. Ia hidup dan bernapas dalam tradisi pertunjukan wayang, sebuah seni pementasan yang sangat dicintai masyarakat lokal.
Para pelaku seni tradisional di daerah ini dikenal sangat berbakat dalam berakting, menjadikan pertunjukan wayang sebagai media hiburan sekaligus penyampai nilai-nilai spiritual dan moral. Ada berbagai jenis wayang yang berkembang:
-
Wayang Purwa (Wayang Kulit): Merupakan pertunjukan bayangan menggunakan boneka pipih dari kulit kerbau yang digerakkan dengan tangkai. Pertunjukan ini dilakukan di balik layar putih, diterangi oleh lampu minyak. Sang dalang membacakan kisah-kisah suci kuno, biasanya diambil dari epos Ramayana atau Mahabharata. Sebelum pementasan dimulai, sang dalang akan berdoa dan mempersembahkan dupa kepada para dewa. Jika lampu padam atau bergetar, penonton menganggap itu sebagai pertanda buruk.
-
Wayang Gedog: Juga pertunjukan bayangan, namun menampilkan kisah Pangeran Raden Panji, sosok legendaris dalam cerita rakyat Jawa.
-
Wayang Golek: Menggunakan boneka kayu tiga dimensi yang tampil langsung di depan penonton. Boneka ini memiliki kepala dan tubuh dari kayu serta tangan yang bisa digerakkan.
-
Wayang Beber: Media pertunjukannya adalah gulungan kain panjang yang dilukis dengan rangkaian adegan cerita. Kain digulung perlahan dari atas ke bawah, dan seorang pembaca menjelaskan narasinya sambil membuka setiap bagian.
-
Wayang Wong: Merupakan bentuk pementasan dengan pemeran manusia, yang mengenakan kostum tradisional nan megah dari zaman kerajaan. Para aktor tidak mengucapkan dialog, melainkan menari perlahan dengan gerakan simbolis yang menggambarkan alur cerita, diiringi musik gamelan yang menggema khidmat di latar belakang.
Goudland penulis buku tahun 1934-1935 pernah menyaksikan sebuah pertunjukan Wayang Wong di Batavia—kini Jakarta—dan menyaksikan sendiri kekuatan akting yang memukau, ekspresi yang nyaris mistis, dan keseriusan yang begitu dalam dari setiap elemen pertunjukan.
Wayang bukan sekadar hiburan. Ia adalah jiwa yang menghidupkan sejarah, doa yang menari di layar putih, dan cermin kebijaksanaan leluhur Jawa yang tak pernah padam oleh zaman.
Sumber: Goudland; tweewekelijks tijdschrift voor de katholieke welpen en verkenners van Nederland, jrg 1, 1934-1935, no. 9, 02-04-1935